Rabu, 01 Agustus 2012

Ikhlas bagi Anda Halal bagi Kami



“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah SWT, dan ingatlah Allah SWT banyak – banyak supaya kamu beruntung.”
(QS Al Jumu’ah : 10)


Seperti awal pekan sebelum – sebelumnya, saya berangkat dari kampung halaman yang telah membesarkan saya (kota Tahu), menuju kota tempat mencari ilmu dalam 4 tahun terakhir (kota Bonek). Saya kalau ke Surabaya paling senang naik kuda, kudanya putih lorek hitam, ukurannya besar, nama kuda itu adalah Harapan Jaya.hehe

Ini bis hebat banget, udah bertahun – tahun masih aja penuh harapan. Saya sengaja balik ke Surabaya selasa pagi, disamping karena masih ada keperluan di rumah juga agar suasananya lebih sepi. Waktu awal naik dari pintu depan, waduh,,, ternyata dugaan saya salah, hampir semua kursi sudah ada makhluk di atasnya, alias berpenghuni. Alhamdulillah, ada 1 kursi yang kosong, tepat di belakang kondektor. Saya langsung menuju ke kursi itu sembari minta ijin kecpenumpang sebelah, “Nuwun sewu nggeh mas. ”Mas itu senyum sembari menganggukkan kepala tanda mempersilahkan. Saya lihat mas itu pake peci layaknya santri Pondok. Saya pun ngajak ngobrol biar gak ngantuk. Dan ternyata saudara – saudara, beliau santri Pesantren Langitan, seniornya akh Zubaidi, Kadiv TI Syiar Kampus JMMI 12/13. Pesantren itu terkenal suaranya yang sungguh merdu, saya aja langganan kasetnya sejak kelas 4 SD. Nama beliau kalau gak salah mas Fahmi, asli lamongan. Mantap! Hidup Persela!

Pas lagi enak – enaknya ngobrol sama mas Fahmi, waktu Bang Harap nyampe bangjo perempatan Kertosono, ada 3 orang yang masuk bis berpenampilan layaknya musisi. Bahkan salah satunya mirip Slash, gitarisnya GunsN’Roses, tahukan? Kalau gak tahu ni orangnya :




Assalamualaikum WrWb. Selamat pagi, bapak-bapak, ibu-ibu, pak supir dan kondektur, permisi nggeh. Mohon maaf kami mengganggu kenyamanan perjalanan bapak-ibu semua. Ya mohon dimaklumi nggeh, Kami hanya pengamen jalanan yang terpaksa nyari uang di bis-bis, kereta-kereta, mengingat lapangan pekerjaan yang semakin sempit. Tapi mudah-mudahan ini pekerjaan yang halal danbaik nggeh, daripada kami jadi copet, malak, nodong, bias dihajar massa, masuk neraka pula..
Kami di sini akan menghibur perjalanan anda semua dengan tembang lawas dari Doel Sumbang dan Bang H. Roma Irama yang berjudul .....
................................................................................................................
Alhamdulillah, cukup sekian nggeh. Semoga anda terhibur dengan suguhan dari kami. Tak lupa kami mohon maaf nggeh kalau ada sikap dan perkataan kami yang kurang sopan. Sedikit uluran tangan dari anda semua akan sangat membantu kami. Yang tidak punya uang kecil, uang besar tidaklah mengapa. Yang tidak bawa uang, bias permen-permen, rokok-rokok, dan lain sebagainya. Yang tidak membawa apa pun, cukup melambaikan tangan dan senyum manis itu sudah pemberian yang berharga bagi kami. Ikhlas bagi anda, halal bagi kami. Semoga apa yang bapak-ibu berikan di balas oleh Allah SWT. Aminn..

Jangan lupa jaga barang bawaan anda, semoga selamat sampai tujuan. Sekian nggeh, jumpa lagi di lain kesempatan.
WassalamualaikumWrWb


Sobat blogger, percayalah bahwa tidak ada satupun pekerjaan yang halal yang sia – sia di muka bumi ini. Semua sudah ditakar oleh Allah SWT dengan mizan atau timbangan yang sangat adil (lihat tafsir surat Ar Rahman). Tiap makhuk sudah diplot rezekinya masing-masing, jangankan manusia, binatang pun akan mendapakan porsi. Apa yang Allah SWT berikan, itulah yang menurut “versi” Allah SWT yang terbaik buat kita, meskipun kadang kita kurang ikhlas. Mulai dari konglomerat hingga konglomlarat. Ada yang miskin banget, ada yang miskin sedang-sedang saja, ada yang sederhana, ada juga yang super kaya. Ada yang meneladani kesederhanaan Abu Dzar dan Ali bin Abi Thalib, ada juga yang mencontoh kekayaan Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Semua kondisi tersebut hanyalah variasi kehidupan, bukan tolok ukur penentuan kebaikan seseorang, orang kaya belum tentu lebih mulya dari orang miskin, juga orang miskin belum tentu lebih baik dari orang kaya. Bukankah kita tahu, Allah SWT sudah memberikan tolok ukur yang paten, bahwa yang menjadikan sesorang berpredikat mulya, adalah yang paling bertaqwa di antara kita. So, jangan bangga dulu kalo kaya, nih keutamaan orang miskin :
“Aku berkunjung ke surga, aku dapati kebanyakan penghuninya orang-orang fakir-miskin dan aku menjenguk ke neraka, aku dapati kebanyakan penghuninya kaum wanita.” (HR. Ahmad)
…………………………………………………
Keberadaan Musisi Jalanan (pengamen.red), menjadikan kehidupan ini lebih berwarna. Tidak sekedar aktifitasnya, tapi juga hikmah di dalamnya. Jika kita resapi benar-benar, keberadaan mereka di sekitar kita memberikan pelajaran berharga bagi kita, terutama kita yang sudah merasakan hidup “nyaman”, hal yang mungkin belum didapatkan oleh mereka.
Selama saya mengamati kehidupan para Artis Transportasi tersebut, ada beberapa hikmah yang bias saya ambil, yang kemudian bias kita teladani bersama.

Sopan Santun
Terkadang kita lupa, bahwa di dunia ini tidak sekedar Norma Agama yang berlaku. Dalam bermasyarakat juga mengenal Norma Etika. Meskipun kita alim (berilmu), tetapi tata karma kita buruk, masyarakat akan mencibir kita. Nah, para pengamen ini jadi teladan yang bagus. Ingat saat mereka mau berdendang ria, pasti mereka ijin dan minta maaf dulu, “permisi bapak-ibu… mohon maaf mengganggu kenyamanan anda…” meskipun mereka dari keluarga yang kurang mampu, mereka sangat menjunjung tinggi etika, bagaimana izin yang benar, bicara yang halus, minta maaf yang tulus. Coba kalau para supporter sepakbola di negeri kita meneladani pengamen, gak bakalan ada tawuran lagi. Ok gan!!!
Allah SWT mengajarkan kita untuk menjaga tata karma dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah tata karma dalam suatu forum atau majelis. Dalam surat Al Mujaadilah ayat 11, kita diminta untuk berlapang – lapang dalam bermajelis, dan berdiri saat diminta berdiri untuk mempersilahkan duduk bagi anggota majelis yang dating setelah kita.
Tata karma tidak memiliki kaedah yang fixed layaknya aqidah, tidak juga memiliki metode yang spesifik seperti ibadah, tetapi tata karma membutuhkan naluri dan kebiasaan layaknya akhlaq. Kita harus bias menjaga Norma Etika dalam berdakwah, bersikap yang ahsan, menyesuaikn medan pertempuran, alias lingkungan tempat kita berada. Di lingkungan A bergaya A, di lingkungan B bergaya B, dst.

Senyum
Kata Raihan: “Senyum di waktu susah tanda kesabaran, Senyuman itu tanda keimanan.” Kayaknya para pengamen di negeri kita sangat menghayati lagu ini. Allah SWT itu indah, dan Dia menyukai keindahan. Dengan senyum lah dunia akan terasa indah. Senyum saat juara Olimpiade, senyum saat diterima SNMPTN, senyum ketika IP-nya cumlaude, itu semua hal yang lumrah. Tetapi tengoklah para pengamen, mereka tetap senantiasa tersenyum meski berlelah ria di antara bis-bis, menjual suara hingga serak, tetap tersenyum bahkan ketika tidak ada penumpang yang memberikan recehannya.

Tidak menampakkan kesedihan
Ada buku bagus rek, judulnya “Whatever Your Problem, Smile!” yang menulis Alwi Alatas. Coba cari di Gramedia insya Allah SWT ada. Rosulullah selalu mengajarkan kepada kita untuk berbagi kepada sesama, berbagi rejeki, berbagi makanan, berbagi cerita mimpi yang indah, intinya berbagi hal-hal yang membahagiakan. Nah, sebaliknya kalau kesedihan/musibah. Adakalanya kita menceritakan kepada sahabat kita, mungkin tujuannya untuk mencari bantuan atau yg lain. Tetapi ada baiknya masalah yang kita hadapi kita sembunyikan (sekuat yang kita mampu). Dalam kitab Nashoihul Ibad, Ibnu Hajar Al Atsqolani mengatakan, bahwa ada 3 hal yang bisa dijadikan bekal ke akhirat :
a.       Menyembunyikan sedekah
b.      Menyembunyikan musibah
c.       Menyembunyikan kelebihan / prestasi
Ada kisah menarik berkaitan dengan hal ini, ada Ulama yang cukup berpengaruh di masanya (ana lupa namanya). Beliau terkenal alim, zuhud, wara’, dsb. Seperti kebanyakan Ulama’ lain, beliau adalah seorang yang miskin. Namun luarbiasanya saudara, beliau tidak mau terlihat susah di hadapan tetanga – tetangganya. Setiap malam, beliau dan istrinya selalu merasa lapar, namun mereka sama sekali tidak mempunyai makanan atau uang. Nah, yang mereka lakukan adalah, mereka tiap malam sengaja menyalakan tungku api di dapur, agar tetangga mengira mereka sedang memasak, sehingga para tetangga akan lega dan tidak khawatir terhadap kondisi mereka.

Menghibur sesama
Nyebelin, resek, belagu, bregudul, mutungan, ngambek,dan lain sebagainya. Itu adalah contoh  suri tauladan bikinan setan yang gemar dikonsumsi manusia. Terutama anak muda yang emosinya masih labil. Ngambek dikit, temen sebelah jadi pelampiasan. Mutung sama si A, si B yang tak berdosa ikut kena getahnya. Astaghfirullahal’adziim... Nah, bagi kita yang kena virus itu (termasuk saya), yuk kita meneladani pengamen. Capek, pegel linu, kepanasan, jari lecet (keseringan metik gitar), suara habis, lapar, gak peduli, prinsip mereka yang penting penumpang terhibur. Mantap jaya! Whatever your problem, SMILE!

Syukur
Allah SWT yang sudah memberikan klausul kepada kita dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 7, “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Nah, pengemis ini dapet uang berapapun tetap sumringah. Mereka meyakini bahwa berapapun jumlah hartanya, yang paling penting Allah SWT ridho. Kita sebagai mahasiswa yang lebih makmur dari mereka, bisa tidur nyenyak, uang tersedia, mau makan ayam, telor, tempe, tinggal pilih. Melihat kondisi saudara kita para musisi jalanan, mestinya kita semakin bersyukur dengan yang Allah SWT beri sekarang. Kita cuma 300 ribu/bulan, mereka mungkin cuma 100 ribu, bahkan gak nyampek. Syukur itu, alhamdulillah tempe dari pada tidak ada lauk, alhamdulillah tidak ada uang dari pada tidak ada iman, alhamdulillah jalan kaki dari pada pincang, bahkan alhamdulillah pincang tapi mulut masih bisa berdzikir pada Allah SWT.

Terima kasih
Pernah waktu saya duduk paling depan, pengamen yang bawa kotak tempat uang mulai berkeliling. Saya lho cuma ngasih sedikit rupiah, dia ngasih pantun, “Gado-gado rasane pedes, ben Seng Kuoso seng mbales.” Itu artinya, “Gado-gado rasanya pedas, biar Yang Kuasa yang membalas.” Lalu saya nengok dia terus sampe penumpang paling belakang, dan ternyata saudara, dia selalu mengucapkan pantun itu ke tiap penumpang yang memberikan donasinya. Jadi kalau donaturnya 20 orang, ya dia say thanks 20 kali. Mantap kan..
Budaya berterima kasih ini seyogyanya kita galakkan setiap hari. Jangan sampai udah di kasih, nglunjak. Ini juga berlaku untuk pemberian non materi, seperti bantuan memecahkan masalah, bantuan nganter ke suatu tempat, atau jasa-jasa yang lain. Terima kasih yang tulus akan menyenangkan yang menolong, dan membuat dia tidak akan kapok untuk menolong lagi. Jadi suatu saat jika kita minta bantuan lagi ke dia, “Eh mat, saya Hasan yg kemaren, boleh ....” Dia spontan akan menjawab, “Oke boz.”
Bagi kita yang sedang memiliki jundi dan memiliki agenda besar, misal di ITS ada Ramadhan di Kampus. Ucapan terima kasih dan senyum yang tulus kepada panitia adalah hal vital. Ucapan kita bisa memberika suntikan semangat, doping alami bagi mereka di tengah padatnya agenda mereka. Dengan ucapan terima kasih yang tulus, kita lebih memanusiakan manusia, menganggap keberadaannya, dan mengakui kontribusinya, sekalipun pada panitia yang kontribusinya paling kecil.

Perjuangan hidup
Pernah nonton acara “Jika Aku Menjadi”. Kehidupan mereka dengan pengamen kira-kira 11 12 lah. Ditengah kerasnya kehidupan di masyarakat, lapangan pekerjaan semakit sempit, penyakit “kanker” terus menghantui. Banyak godaan untuk mendapat uang dengan menghalalkan segala cara. Mulai dari kekerasan, penipuan, riba, bahkan sampai menjual diri. Na’udzubillahh..
Saudara kita para pengamen “berani” mengambil langkah beda, mereka memilih jadi extraordinary people. Mereka lebih bahagia bisa menjemput rejeki dengan cara yang halal dari pada mempermainkan agama mereka, meskipun yang halal ini lebih berat, lebih capek, lebih sedikit penghasilannya. Ketulusan dan keikhlasan mereka dalam bekerja patut kita contoh, mereka tidak mengelah, ribuan kilo mereka tempuh untuk menghidupi keluarga. Alhamdulillah Allah SWT sangan bijaksana, Dia tidak melihat kualitas dari hasil, tapi dari proses. Dalam Surat Thahaa ayat 15, “... dan tiap – tiap diri itu dibalas atas apa yang ia usahakan.” Coba kalau Allah SWT menilai seseorang dari segi hasil, maka banyak Nabi dan Rosul yang “gagal”, Nabi Adam tidak sanggup menyadarkan anaknya Qobil, Nabi Nuh tidak sanggup menyadarkan anaknya Kan’an dan istrinya Wafilah, Nabi Luth tidak sanggup menyadarkan istrinya Wailah.

Cukup sekian nggeh (pengamen mode on), semoga yang saya tulis sedikit maupun banyak bermanfaat untuk pembaca sekalian. Sebelum saya tutup, saya persembahkan lagu favorit saya diantara ratusan lagunya para pengamen, biasanya lagu ini dinyanyikan di daerah Bra’an Kertosono. Ini lagu yang mengandung muhasabah yang mendalam bagi kita.

Gema adzan Subuh, kami lelap tertidur
Gema adzan Dhuhur, kami sibuk bekerja
Gema adzan Ashar, masih geluti dunia
Tuhan, pantaskah surga untukku

Gema adzan Maghrib, kami di perjalanan
Gema adzan Isya, lelah tubuhku Tuhan
Aku yang lalai, aku yang sombong
Enggan bersujud pada-Mu
Jreng jreng.....



Sumber : Bis Harapan Jaya dan Buku "Whatever Your Problem, Smile!" karya Alwi Alatas