Senin, 21 Januari 2013

Mengapa Wanita Mudah Menangis



 
Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbakti kepada) kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. 
(Luqman: 14)
 
 
 
 
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...." 
 
Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ayahnya menjawab, "Semua wanita memang sering menangis tanpa alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. 

Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"

Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab, "Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur. 

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa. Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak. Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi. 

Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapan pun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan".


Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi kalian berbuat durhaka kepada para ibu ….” (HR. Al-Bukhari no. 5975 dan Muslim no. 4457)





(Zuriati Ibrahim from milist ingatan 
http://www.wanita-aries.blogspot.com/

Rabu, 02 Januari 2013

PENYESALAN PARA PEMBURU DUNIA






Ada sebuah analogi yang sangat tepat, menarik, dan penuh hikmah yang saya baca di kitab ‘Uddatu Ash Shabirin wa Dzakirotu Asy Syakirin yang ditulis oleh Al Allamah Syamsudin Muhammad bin Abi Bakar Az Zura’i Ad Dimasyqi Al Hambali. Beliau memiliki nama mashur Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Perumpamaan orang – orang yang memburu kehidupan duniawi, kesibukan mereka dengan segala hingar-bingar kenikmatan hidup di dalamnya sehingga mereka lalai akan akhirat, dan penyesalan yang datang setelahnya, adalah sebagai berikut;

Seperti suatu kaum yang menumpang kapal dan berlabuh di sebuah pulau. Kebetulan pulau yang mereka singgahi adalah pulau yang begitu eksotis dan kaya akan panorama alam. Sang nahkoda memberi tahu kepada para penumpangnya untuk turun hanya sebatas melaksanakan hajat atau melepas penat, dia juga memperingatkan para penumpangnya agar tidak bersantai – santai dan menakut-nakuti mereka bahwa kapal akan secepatnya berangkat.

Para penumpang pun turun dan berhamburan ke segenap penjuru pulau. Sebagian melaksanakan hajatnya dan bergegas kembali ke kapal, dan mereka mendapati kapal masih kosong. Dengan begitu, mereka bisa mengambil / memilih tempat dengan leluasa, paling layak, dan yang paling diinginkan mereka. Sebagian penumpang lainnya, selepas menunaikan hajatnya ada yang bersantai sejenak, menikmati harum dan indahnya bunga-bunga, merasakan hangatnya sinar mentari, sejuknya udara pantai, kicauan burung yang bersahutan, dan keunikan karang-karang yang menjulang. Namun hatinya berbisik, jika mereka terlena bisa ketinggalan kapal sebab kata nahkoda kapal akan secepatnya bertolak dan bahaya jika benar-benar tertinggal. Maka mereka pun kembali. Tetapi sayang, ketika mereka tiba di kapal, seisi kapal telah penuh sesak.

Sebagian penumpang lain begitu terpesona dengan bentuk dan warna bunga yang terhampar di sekitar pantai, sehingga mereka tergiur untuk mengambil dan memikulnya ke kapal. Setibanya di kapal mereka hanya mendapati tempat yang sempit dan semakin terasa sempit dengan barang bawaan yang dipikulnya. Mereka terlampau sayang untuk membuang bunga tersebut. Dan karena tidak ada tempat untuk menaruh beban, terpaksa mereka menyarungkannya di leher, dan kemudian mereka pun menyesal telah menambah beban seberat itu.

Masih ada beberapa penumpang lainnya yang masuk sampai ke tengah-tengah pulau. Mereka tidak ingat lagi pada kapal yang membawa mereka, tidak ingat bahwa kapal tersebut bukan menetap tapi hanya singgah, mereka sudah tidak ingat semua peringatan-peringatan dari nahkoda, dan langkah mereka pun semaki jauh. Para awak kapal berseru memanggil para penumpang sesaat sebelum kapal bertolak. Akan tetapi, seruan itu tidak terdengar oleh mereka yang sedang disibukkan oleh kesenangan mereka di tengah pulau. Sesekali memetik buah, melihat padang rumput luas yang dihuni aneka satwa, terpesona oleh indahnya rimbunan pohon di bukit-bukit, dan keindahan lain yang jauh lebih indah dari pada di pantai. Namun di balik itu, mereka merasa takut akan bahaya binatang buas atau duri – duri tajam yang akan merobak baju , memperlihatnya aurat mereka atau melukai kulit. Juga pohon dan buah yang beracun yang bisa membunuh mereka kapan saja.


Di antara mereka ada yang sadar untuk kembali ke kapal, namun ia tertinggal dan binasa di pantai. Di antara mereka ada yang terlena dan tewas di mangsa binatang buas atau hewan berbisa. Di antara mereka ada pula yang tersesat, bingung, dan binasa. Inilah gambaran penghuni dunia yang disibukkan oleh kesenangan – kesenangan duniawi yang fana, lalai akan asal – usul mereka, dan tidak menyadari akibat perbuatan perbuatannya itu. Betapa buruk orang yang dikaruniai akal pikiran, namun ia tidak sanggup berfikir mana yang haq dan bathil.

Jazakumullah khairan katsirr......







Note;
Kitab ‘Uddatu Ash Shabirin wa Dzakirotu Asy Syakirin terjemahan Indonesia judulnya menjadi "Indahnya Sabar".