Rabu, 09 Mei 2012

Bahasa Planet "Ana antum"


“Akhi, afwan ana tidak ikut iftor bareng.”
“Syukron akh sudah membantu.”
“Ikhwah, jangan lupa besok jaulah ke Madura.”


Sobat-sobat seperjuanganku yang dicintai Allah...
Siapapun yang terjun dalam dunia Dakwah Kampus, dijamin pasti akan mendapatkan berbagai pengalaman yang sungguh dahsyat. Pengalaman yang sulit diceritakan, bukan karena tidak bisa cerita, tapi karena terlalu indah untuk diceritakan, pokoknya pengalaman yang sesuatu banget… Tiap orang punya ceritanya masing-masing. Tapi kalau pengalaman secara umum, pengalaman yang pasti dirasakan semua “Penerus Risalah Nabiullah” ini, diantaranya : dapat teman baru, merasakan indahnya ukhuwah islamiyah, dapat makan-makan bareng, ta’lim bareng, futsal bareng, jalan-jalan bareng, dapat ilmu agama yang banyak, kekompakan lembaga, kekompakan departemen, kekompakan kelompok halaqoh, dan kalau berpisah sukanya nangis..hehe

Nah, kalau saya (Agil.red) juga punya pengalaman yang tak kalah keren. Apa itu?? Saya memperoleh bahasa baru, bahasa planet Mars. Saya menamainya bahasa “ana antum”. Itu benar-benar kosa kata baru yang saya belum pernah pakai dalam dunia pergaulan, terakhir pakai bahasa gituan saat di Aliyah, itupun saat ujian bahasa Arab saya remidi 2 kali.hehe
Kalau saya list, istilah “ana antum” yang saya dapatkan di ITS yaitu :

Ana
Rihlah
Antum
Riadoh
Akhi
Dakwah Fardhiyah
Ukhti
Tabayun
Syuro
Ta'liful Qulub
Syukron
Ghozwul Fikri
Afwan
Hijab
Jazakallah
Ifthor
Wa'iyyakum
Azzam
Ikhwan
Futur
Akhwat
Iqob
Ikhwah
Jaulah
Halaqah
Ikhtilat
Dauroh
Ta’lim
Tafaddol
Tawazun
Ghiroh
Istimror
Tarbiyah
Harokah Islamiyah
Murabbi
Siyasi
Mad’u
Iltizam
Mas’ul
Towa
(dapet 40 kosakata baru Jeh)
Bagi kita yang aktif pada kegiatan-kegiatan dakwah sudah tidak asing lagi. Gaya bahasa seperti itu seolah-olah sudah menjadi sebuah budaya abadi” yang mewarnai aktifitas para aktifis dakwah. Mudah-mudahan ini menjadi budaya yang baik, membudayakan berbahasa Arab (meskipun gado-gado), bahasanya Al Qur’an, juga bahasanya Surga.

Tapi sobat, ada 2 hal yang sampai sekarang bikin saya berpikir tiada henti, yaitu :
1.    Bahasa Arab adalah bahasa yang keren di dunia, tidak kalah keren dibanding Bahasa Indonesia. Lho kok bisa? Bahasa Arab menjadi bahasa yang “diterima” untuk dicampur-campur sama bahasa Indonesia. Misal ni “Syukron katsir akh sudah datang dauroh.” Nah, syukron-katsir-akh-dauroh itu kan bahasa Arab, sisanya bahasa Indonesia. Jarang kan kita jumpai bahasa lain (selain bhs Inggris) yang sering dicampur-campur. Bahkan artis komedi tahun ’90-an, Wan Abud, sering pake bahasa ane, bahlul ente, Fulus. Ini orangnya :

2.  Saya jadi merasa tua. Sejak saya dilahirkan, baru kali ini saya dipanggil “Pak”. Kalau saya dipanggil seperti itu 10 tahun lagi ndak masalah. Sekarang ini saya belum resmi menjadi seorang Bapak. Tapi ya gak papa lah, lama-lama terbiasa. Kebiasaan memanggil “Pak” ini ketika akhwat memanggil ikhwan. Dan telah dimaklumi oleh semua ikhwan, ya gak wan??
Hal ini insya Allah dimaklumi (oleh ikhwan) karena mungkin sebagian akhwat merasa lebih nyaman / save menggunakan panggilan ’Pak’ daripada ’Akh’. Biar bisa menjaga hati kedua belah pihak insya Allah.--- ini baru dugaan lho ya, kurang tahu faktanya.
3.   Anta berubah jadi antum. Waktu saya berpapasan dengan aktifis dakwah (masih maba) di jurusan. Tiba-tiba senior saya itu menyapa, “Gimana kabar antum?” Ditanya begitu saya langsung noleh kanan kiri belakang, kok gak ada siapa-siapa, tapi kok bilangnya antum, bukanya anta. Antum kan artinya kalian (laki2). Saya kira dia bilang antum tu karena ada banyak laki-laki di situ. Ternyata… saya baru faham hakikat hidup aktifis setelah 1 tahun kemudian (pas jadi koor Komisi B Puskom). Asal muasal anta berubah jadi antum :
a.       Kata antum diambil dari Al Qur’an, di mana Allah sering memanggil hambaNya (manusia) dengan sebutan antum, seperti dalam Ar Rum:20. Dan ketika Nabi Ibrahim memanggil anaknya juga dengan sebutan antum, pada surat Al Baqarah:132.
b.     Sebagian pesantren, para santri memanggil guru atau ustadhnya (seorang diri) dengan panggilan antum, karena itu dipandang lebih sopan dari pada panggilan anta.
c.       Bagi banyak kalangan, pemanggilan antum dipandang sebagai bentuk penghormatan kita terhadap saudara kita yang kita ajak bicara. Meskipun yang kita ajak bicara 1 orang, panggilan antum dirasa lebih halus dan ramah dari pada anta.

Segala sesuatu itukan ada istilah baik dan benar. Baik belum tentu benar, kalau benar insya Allah baik. Benar lebih condong kepada precision (ketepatan). Jika kita hubungkan dalam dakwah, berarti kita berbahasa yang tepat sesuai medan tempur. Kita di masjid, ya “ana antum”, di kampung ya “kulo panjenengan”, di kelas bisa “aku kamu”, di tempat lain bisa “loe gue”, “aku sampean”, atau yang puitis “daku dikau”, ada yang punya temen keturunannya Angling Dharmo ya dipanggil “kisanak”. Ok gan!
 
Terlalu bahaya kalau kita paksakan membahasakan “antm antum” di lingkungan umum berpotensi dianggap ekslusif. So, aktifis dakwah harus siap jadi bunglon. Ada dalam surat Ibrahim ayat 4, ”Tidak Kami utus seorang Rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa kaumnya.”

Namun, ada kalanya agak eklusif dikit juga gak papa. Ada baiknya kita mencoba bicara pake “ana antum” ke temen-temen di kelas atau yang lain. Tapi syaratnya kita harus bener-bener memastikan bahwa itu kondisi yang tepat. Artinya tepat, yang kita ajak ngomong “ana antum” tu tipe orangnya tidak mudah sensi, juga harus sudah care dan akrab banget sama kita.
Saya bilang begini karena pernah punya pengalaman kecelakaan. Meksudnya kecelakaan, kejadiannya tidak sengaja. Waktu awal-awal saya masuk dunia dakwah, kan masih semangat-semangatnya nyobain bahasa “ana antum”. Waktu di kelas saya keceplosan, ngajak ngomong 2 temen saya waktu itu (berinisial R dan Z). “Antum udah selesai tugas MRV?” karuan aja, komting saya langsung bereaksi, “Weits Agil rek, ngomongnya tinggi. Insya Allah sudah selesai akhi.” Lha, dia malah ganti bergaya “aktifis dakwah”. Semenjak itu, dia kalau ketemu saya sering ngomon kayak gitu. Misal pagi-pagi sebelum masuk kelas, “Akhi agil gimana kabar antum?” Cieh, mikirku, jadi ketularan dia. Mudah-mudahan ini termasuk penularan yang bernilai kebaikan. Aminn!
Jazakumullahu khairan katsir…………..