Rabu, 09 Mei 2012

Pak Wid Wamen ESDM, Gemar Tahajud dan Jama'ah


“Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Bukhari)

Menjadi pemimpin bukanlah perkara gampang, saat mau jadi pemimpin banyak halangan, pas jadi pemimpin banyak godaan, selepas jadi pemimpin banyak tanggungan. Tidak hanya skill yang dibutuhkan, tapi mental menjadi peranan utama. Mental di sini pun, tidak sekedar mental untuk berhadapan dengan rakyat, pejabat, tokoh-tokoh, dll, tetapi mental untuk mampu istiqomah mengemban amanah dari Allah tsb. Apakah siap jika kelak Allah menanyakan kinerja kita sebagai pemimpin. Kita masih ingat siroh Abu Bakar Ash Shidiq. Ketika beliau terpilih menjadi khalifah menggantikan Baginda Rosulullah SAW, beliau menangis tersedu-sedu.

Bulan lalu (April), kita kembali kehilangan salah satu tokoh terbaik, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya saat melakukan jelajah alam yang selama ini menjadi salah satu hobinya.
Pak Wid wafat ketika menaiki Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat, pada hari Sabtu 21 April 2012. Selepas itu, jenazah beliau dimakamkan di pemakaman keluarga di San Diego Hill hari Ahadnya.
Pak Wid diangkat menjadi Wamen baru enam bulan yang lalu. Beliau terkenal murah senyum dan tampil apa adanya, bahka beberapa kali bicaranya ceplas - ceplos.
Sebelum menjabat sebagai Wamen, beliau jadi dosen di ITB. Di ITB juga Pak Wid meraih gelar sarjana (S1) Teknik Perminyakan ITB tahun 1975. Kemudian ia memperoleh gelar Master of Science (M.Sc) dalam bidang Petroleum Engineering (1980), dilanjutkan M.Sc dalam bidang Operation Research (1982), dan MA dalam bidang Economics (1986) dengan judul tesis "An Energy Economy Model for Indonesia" dari University of Southern California (USC).
Gelar Ph.D ia dapatkan dari universitas yang sama pada 1987 setelah merampungkan desertasi berjudul "An Oil and Gas Supply and Economic Model for Indonesia".
Selama ngajar di ITB, Pak Wid pernah menjabat sebagai Ketua Program Pasca-Sarjana Studi Pembangunan ITB (1993-2004), Ketua Kelompok Keahlian Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral (kini dipecah menjadi FTTM dan FITB) (2005-2007), dan Sekretaris Komisi Permasalahan Bangsa, Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung.
Pak Wid dikenal sebagai sosok pemimpin yang rendah hati dan unik karena tetap berambut gondrong. Semasa hidup, almarhum dikenal akrab dengan wartawan.
Pak Wid rajin membuat tulisan inspiratif, baik itu lewat buku atau pun media lainnya. Dalam salah satu catatannya terakhirnya, beliau berpesan agar para pemimpin selalu menyayangi orang yang dipimpinnya.
Pesan tersebut disampaikan dalam tulisan di milis ikatan alumni ITB. Rekan kerja Pak Wid kemudian menyebarkannya pada wartawan.
Ini dia catatan Widjajono tersebut :
Kalau kita menyayangi orang-orang yang kita pimpin, Insya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang akan menunjukkan cara untuk membuat mereka dan kita lebih baik. Tuhan itu Maha Pencipta, segala kehendakNya terjadi.
Saya biasa tidur jam 20 dan bangun jam 2 pagi lalu Sholat malam dan meditasi serta ceragem sekitar 30 menit lalu buka komputer buat tulisan atau nulis email.
Dalam meditasi biasa menyebutkan:
"Tuhan Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, aku sayang kepadaMu dan sayangilah aku... Tuhan Engkau Maha Pencipta, segala kehendakMu terjadi..."
lalu saya memohon apa yang saya mau...
(dan diakhiri dgn mengucap)
"Terima kasih Tuhan atas karuniaMu."
Saya Sholat Subuh di Masjid sebelah rumah lalu jalan kaki dari Ciragil ke Taman Jenggala (PP 4 km). Saya menyapa Satpam, Pembantu dan Orang Jualan yang saya temui di jalan dan akibatnya saya juga disapa oleh yang punya rumah (banyak Pejabat, Pengusaha dan Diplomat), sehingga saya memulai setiap hari dengan kedamaian dan optimisme karena saya percaya bahwa apa yang Dia kehendaki terjadi dan saya selain sudah memohon dan bersyukur juga menyayangi ciptaan-Nya dan berusaha membuat keadaan lebih baik. Oh ya, Tuhan tidak pernah kehabisan akal, jadi kita tidak perlu kuatir. Percayalah...
Mantap gan!
Pas shalat Shubuh, pakaian yang sering dipakai Pak Wid adalah training biru dan merah. "Dia juga memakai jaket. Itu yang biasa saya lihat. Pak Wid selalu menyapa orang-orang. Tidak terkesan ngebosi. Karena kalau butuh sesuatu dia akan pergi sendiri," ujar salah satu warga.
Tetangga-tetangganya seringmenceritakan kalau Pak Wid terbiasa membeli majalah sendiri. Dari rumahnya di Jalan Ciragil II, Nomor 28, Pak Wid memilih jalan sendiri ke Pasar Santa yang terletak di Jalan Wolter Mongonsidi. Begitu juga jika belanja, dilakukan sendiri tanpa menyuruh pembantunya. Keren...
Sekarang Pak Wid telah memiliki gelar yang mulia almarhum. Ia kembali ke Sang Khalik, Allah SWT dengan dengan diiringi isak tangis semua pejabat, kerabat, tetangga, dan semua yang mengenal kebaikan beliau. Selamat jalan Pak Wid. Kami akan merindukan orang sepertimu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar