“Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Bukhari)
Menjadi pemimpin bukanlah perkara gampang, saat mau jadi pemimpin banyak halangan, pas jadi pemimpin banyak godaan, selepas
jadi pemimpin banyak tanggungan. Tidak hanya skill yang dibutuhkan, tapi mental
menjadi peranan utama. Mental di sini pun, tidak sekedar mental untuk
berhadapan dengan rakyat, pejabat, tokoh-tokoh, dll, tetapi mental untuk
mampu istiqomah mengemban amanah dari Allah tsb. Apakah siap jika kelak Allah
menanyakan kinerja kita sebagai pemimpin. Kita masih ingat siroh Abu Bakar Ash Shidiq. Ketika
beliau terpilih menjadi khalifah menggantikan Baginda Rosulullah SAW, beliau menangis
tersedu-sedu.
Bulan lalu
(April), kita kembali kehilangan salah satu tokoh terbaik, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,
Widjajono Partowidagdo. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya
saat melakukan jelajah alam yang selama ini menjadi salah
satu hobinya.
Pak Wid wafat ketika menaiki
Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat, pada hari Sabtu
21 April 2012. Selepas itu, jenazah
beliau dimakamkan di pemakaman keluarga di
San Diego Hill hari Ahadnya.
Pak Wid diangkat menjadi Wamen baru
enam bulan yang lalu. Beliau
terkenal murah senyum dan tampil apa adanya, bahka beberapa
kali bicaranya ceplas - ceplos.
Sebelum menjabat sebagai Wamen, beliau
jadi dosen di ITB.
Di ITB juga Pak Wid meraih gelar sarjana (S1)
Teknik Perminyakan ITB tahun 1975. Kemudian ia memperoleh gelar
Master of Science (M.Sc) dalam bidang Petroleum Engineering (1980), dilanjutkan
M.Sc dalam bidang Operation Research (1982), dan MA dalam bidang Economics
(1986) dengan judul tesis "An Energy Economy Model for Indonesia"
dari University of Southern California (USC).
Gelar Ph.D ia dapatkan dari
universitas yang sama pada 1987 setelah merampungkan desertasi berjudul
"An Oil and Gas Supply and Economic Model for Indonesia".
Selama ngajar di ITB, Pak Wid pernah menjabat sebagai Ketua
Program Pasca-Sarjana Studi Pembangunan ITB (1993-2004), Ketua Kelompok
Keahlian Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral (kini dipecah menjadi FTTM dan FITB) (2005-2007), dan
Sekretaris Komisi Permasalahan Bangsa, Majelis Guru Besar Institut Teknologi
Bandung.
Pak Wid dikenal sebagai sosok pemimpin
yang rendah hati dan unik karena tetap berambut gondrong. Semasa hidup,
almarhum dikenal akrab dengan wartawan.
Pak Wid rajin membuat tulisan inspiratif,
baik itu lewat buku atau pun media lainnya. Dalam salah satu catatannya
terakhirnya, beliau berpesan agar para pemimpin selalu
menyayangi orang yang dipimpinnya.
Pesan tersebut disampaikan dalam
tulisan di milis ikatan alumni ITB. Rekan kerja Pak Wid kemudian
menyebarkannya pada wartawan.
Ini dia catatan Widjajono tersebut :
Kalau kita menyayangi orang-orang
yang kita pimpin, Insya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang akan
menunjukkan cara untuk membuat mereka dan kita lebih baik. Tuhan itu Maha
Pencipta, segala kehendakNya terjadi.
Saya biasa tidur jam 20 dan bangun jam 2 pagi lalu Sholat
malam dan meditasi serta ceragem sekitar 30 menit lalu buka komputer buat
tulisan atau nulis email.
Dalam meditasi biasa menyebutkan:
"Tuhan Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, aku sayang
kepadaMu dan sayangilah aku... Tuhan Engkau Maha Pencipta, segala kehendakMu
terjadi..."
lalu saya memohon apa yang saya mau...
(dan diakhiri dgn mengucap)
"Terima kasih Tuhan atas karuniaMu."
Saya Sholat Subuh di Masjid sebelah rumah lalu jalan kaki dari Ciragil ke Taman
Jenggala (PP 4 km). Saya menyapa Satpam, Pembantu dan Orang Jualan yang saya
temui di jalan dan akibatnya saya juga disapa oleh yang punya rumah (banyak
Pejabat, Pengusaha dan Diplomat), sehingga saya memulai setiap hari dengan
kedamaian dan optimisme karena saya percaya bahwa apa yang Dia kehendaki
terjadi dan saya selain sudah memohon dan bersyukur juga menyayangi ciptaan-Nya
dan berusaha membuat keadaan lebih baik. Oh ya, Tuhan tidak pernah kehabisan akal, jadi kita tidak perlu kuatir.
Percayalah...
Mantap gan!
Pas shalat Shubuh, pakaian yang sering dipakai Pak Wid adalah training biru dan merah. "Dia juga memakai jaket. Itu
yang biasa saya lihat. Pak Wid selalu menyapa orang-orang. Tidak terkesan ngebosi.
Karena kalau butuh sesuatu dia akan pergi sendiri," ujar salah satu warga.
Tetangga-tetangganya
seringmenceritakan kalau Pak Wid terbiasa membeli
majalah sendiri. Dari rumahnya di Jalan Ciragil II, Nomor 28, Pak Wid memilih
jalan sendiri ke Pasar Santa yang terletak di Jalan Wolter Mongonsidi. Begitu
juga jika belanja, dilakukan sendiri tanpa menyuruh pembantunya. Keren...
Sekarang Pak Wid telah memiliki
gelar yang mulia almarhum. Ia kembali ke Sang Khalik, Allah SWT dengan dengan diiringi isak tangis semua pejabat,
kerabat, tetangga, dan semua yang mengenal kebaikan beliau. Selamat jalan Pak Wid. Kami akan merindukan orang sepertimu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar