Bismillahirrohmanirrohim...
Setiap
kali Rosulullah SAW bertemu dengan Sahabat, baik itu di jalan, di masjid,
ketika jogging bersama di pagi hari, di forum ilmu, forum syuro’, dll, beliau
tidak akan memulai pembicaraan kecuali dengan menanyakan kabar para sahabatnya.
Beliau baru akan memulai pembicaraan inti ketika sudah memastikan sahabatnya
dalam kondisi sehat wal’afiat, segar bugar jiwa dan raga, jasmani dan rohani,
fisik dan mental, sehat ruhiahnya, lancar rezekinya, serta bahagia anak dan
istrinya. Subhanallah, betapa tulusnya sikap nan agung dari manusia teladan
umat tersebut. Perhatian beliau kepada saudara seperjuangan dakwah patut kita
teladani bersama. Nah, maka dari itu sehingga, sebelum saya memulai
menyampaikan apa yang jadi inti tulisan ini, saya nanya dulu ni ke temen-temen.
Agil : Bagaimana kabarnya akh/ukh?
Temen-temen : Alhamdulillah sehat Gil. Antum gimana?
Agil : Mantap. Alhamdulillah
sehat...
Temen-temen : Aneh ente, ini kan tulisan, mana bisa antum
tahu ana (yg lagi baca) sehat atau gak.
Agil : Pake feeling. Karena kalau antum
lagi sakit pasti males buka FB. hehehe
Ya
tapi kalau seandainya yang baca tulisan ini ada yang sedang sakit baik fisik,
karena kurang makan, kebanyakan makan, kurang minum, kebanyakan minum, jatuh
dari motor, mobil, pesawat, batuk-batuk, demam, kecapekan habis main futsal,
nglembur tugas, TA; maupun yang sedang sakit ruhiah (mau saya tulis sakit jiwa
kok aneh), karena berantem sama temen, saudara, partner, lupa belum ngaji,
jarang shalat sunnah, keseringan rapat, sering debat, putus cinta, hape ilang,
laptop kena virus, kucingnya sakit, de el el. Semua ujian tersebut semoga
segera terselesaikan dalam waktu dekat ini,, Aminnn.....
Teman-teman
yang saya cintai dan saya banggakan, kenapa saya membuat tulisan dengan judul
seperti tertulis di atas. Tujuan intinya adalah :
1. Membantu
bagi yang minder berdakwah
karena tidak terkenal.
2. Membedakan
antara terkenal dengan menterkenalkan diri.
3. Membedakan
antara menginspirasi dengan sombong.
4. Pahlawan
bertabur pahala yang namanya tidak terkenal.
5. Mengungkap sisi positif terkenal maupun tidak terkenal
(tawazun).
Terkenal ≠
menterkenalkan diri, Populer ≠ mempopulerkan diri
Gil,
ente kok bikin judul tulisan kayak gitu, emang terkenal itu tidak boleh... Lho
lho, siapa yang bilang tidak boleh. Boleh kok, sangat boleh, amat sangat boleh,
amat sangat boleh sekali, bahkan amat suuuuangat begitu teramat boleh sekali.
Bahkan ada suatu masa yang namanya terkenal itu menjadi sebuah kebutuhan,
termasuk di dalamnya kebutuhan dakwah. Posisi “terkenal” dalam dakwah tujuannya
adalah dalam hal pencitraan dan penokohan, sekaligus menghilangkan
eksklusifitas kader dakwah. Pencitraan tersebut bisa dalam tataran jama’ah
(organisasi) maupun pencitraan pribadi (sosok teladan). Saya pernah mendapatkan
taujih dari Ust Hamy Wahyunianto (Dirut Kualita Pendidikan Indonesia). “Ketika
sebuah lembaga dakwah ingin melakukan penetrasi ke daerah yang sebelumnya belum
dijamah, maka yang dilakukan pertama adalah pencitraan. Berarti kaidahnya
adalah menjadikan yang tidak ada menjadi
ada. Bisa disebut ada ketika orang lain tahu kalau itu ada. Biar orang lain
tahu kalau itu ada harus kita kasih tahu bahwa itu ada. Orang lain percaya
bahwa itu ada kalau orang lain tsb percaya pada kita yang ngasih tahu. Nah,
gimana caranya agar mereka mudah percaya dengan apa yang kita sampaikan? Di
sinilah pencitraan berbicara.” Mudeng kan dengan sistematika di atas... Kita
patut berbanga dan berterima kasih kepada saudara seperjuangan dakwah kita yang
telah berhasil tercitrakan berkat prestasi-prestasi luar biasa mereka. Insya
Allah dengan prestasi itulah orang mudah percaya dengan kita. Orang kalau
terkenal, dia bisa berdakwah bahkan tanpa harus berbicara sepatah katapun.
Walaupun dia diam, ketika dia lewat dan orang lain melihat sosoknya, itu sudah
menabur wewangian dari kualitas dakwah islam kita. Apa lagi kalau ditambah
dakwah bil lisan.
Ketika
kita sudah tahu pentingnya terkenal (pencitraan). Karena kita mahasiswa,
sebagian besar dari kita akan mengejar-ngejar prestasi tersebut dengan salah
satu tujuan agar dakwah semakin tercitrakan. Nah, ini dia titik rawannya. Kita
bukanlah Rosulullah yang sukses menjaga nafsu duniawinya, kita bukan Utsman bin
Affan yang tawadhu’nya luar biasa tinggi, kita juga bukan Hatim Al-Ashom yang
kuat 15 tahun berpura-pura tuli untuk menjaga aib saudaranya. Kita ingat-ingat
kembali hadits pertama dalam Arba’in Nawawi, satu kata yang amat terkenal di dunia....
NIAT..
Prestasi
yang kita dapatkan merupakan anugerah Allah agar kita terus meningkatkan
kualitas diri, jangan sampai anugerah itu tercemari oleh niat kita yang begitu
duniawi. Yang kita khawatirkan adalah niat yang dengan sengaja untuk menterkenalkan diri kita secara
pribadi, agar di elu-elukan, dipuji-puji banyak orang, juga untuk misi pribadi
yang terselubung. Ibarat Burung Merak merekahkan sayapnya untuk menarik lawan
jenis. Na'udzubillahimindzalik...
Tapi tenang saja, Allah SWT Maha
Tahu struktur dan mekanisme cara kerja otak dan perasaan manusia. Ibarat Bill
Gates sangat memahami spesifikasi dari software-software Microsoft. Allah tahu
tabiat dasar manusia yang memiliki kecenderungan untuk kagum pada sesuatu yang
dianggap wah.. Manusia mempunyai kecenderungan menyukai apa-apa yang di fikiran
dan hatinya menyenangkan, menakjubkan, atau menarik. Jadi, ketika kita
berprestasi lantas orang kagum kepada kita dan kita menjadi terkenal, itu
adalah anugerah dari Allah berkat jerih payah kita dalam meraih prestasi. Gil,
mana buktinya!! Ini dia dasarnya :
Imam An-Nawawi Rahimahullah menyampaikan
dalam kitab Riyadus Shalihin. ” Beliau membawakan hadist dari Abu Dzar Radhiyallahu‘anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya: “Apa pendapat
engkau ya Rosul tentang seseorang yang beramal
kebaikan kemudian dia mendapat pujian dari manusia?” Beliau menjawab: “Itu
adalah kebaikan yang disegerakan
bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Kawan-kawanku
yang Super, menjadi terkenal, dipuji, dielu, dicintai, dibanggakan, itu semua
adalah dampak dari prestasi, bukan tujuan dari prestasi. Tapi tenang saja,
insya Allah ada yang diperbolehkannya niat agar dibanggakan orang lain, adalah
niat agar dibanggakan kedua orang tua kita.
Ini sudah kodrat seorang anak yang mencintai ayah dan ibunya. Kita tentunya
bangga dengan orang tua kita kan. Kita bangga punya ibu, yang 2 tahun menyapih
kita tanpa mengeluh, tanpa sedih, kalau kita ngompol dengan senang hati
dibersihkan. Kita juga bangga pada ayah yang pagi – malam nglembur agar kita
bisa sekolah. Sebagai balas jasa
mereka, kita ingin berprestasi agar mereka bangga dengan kita. Kawan, mari kita
luruskan niat bareng-bareng. Niat pencitraan dengan menterkenalkan diri itu
beda tipis banget. Menginspirasi dan menyombongkan diri juga bedanya
tipiiiiiiiiissss banget. Kita harus sangat berhati-hati menata hati. Let’s we
keep our heart, say NO to Takabur!
Next,
siapa sih yang tidak kenal sosok Muhammad bin Abdullah, manusia yang ketika turun
Surat Al-Mudatsir resmi dipilih Allah untuk bergelar Rosulullah. Siapa yang gak
kenal sosok Umar Al Faruq, khalifah yang rela terjun ke rakyatnya untuk
memastikan mereka dalam kondisi aman, tentram, dan sejahtera. Siapa aktifis
yang gak kenal Thalhah bin Ubaidillah, yang ba’da perang Uhud digelari
Rosulullah sebagai “Syahid yang berjalan di muka bumi”. Apakah terkenalnya
mereka karena mereka sengaja menterkenalkan diri. Dengan tegas saya katakan...
TIDAK... Mereka terkenal karena memiliki prestasi dakwah yang gemilang. Rosulullah
dan Umar adalah pemimpin yang disegani oleh seluruh pemimpin dunia di zaman
itu. Bahkan tertulis dalam Siroh Nabawiyah, Rosulullah sangat dikagumi oleh
pimpinan Romawi yang terkenal hebat, Heracklius. Saking lebay-nya si
Heracklius, beliau bilang, ”Seandainya saya bisa bertemu Muhammad, saya akan
tunduk dan akan saya cuci kakinya yang suci itu.” Rosulullah itu tinggalnya di Mekkah,
terkenalnya bisa sampai Romawi yang jaraknya juuauh banget dari Mekkah. Apakah
itu berarti beliau dengan sengaja “menebar pesona” ke Romawi? TIDAK TIDAK TIDAK,
tapi semata-mata karena sifat beliau nan agung, akhlaq yang mulia, kecerdasan
dalam menata pemerintahan, serta kejelian mengatur strategi militer itulah yang
bisa tercium hingga seantero dunia. Alhamdulillah track record beliau sebagai orang yang tawadhu’ tetap terjaga
hingga beliau wafat.
Jangan sengaja sombong
dan menterkenalkan diri
Rosulullah
mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga hati dalam ilmu tentang Tazkiyatun
Nufus, hanya Allah lah Zat yang pantas sombong. Tertuang dalam Al Hadid : 16,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hatinya mengingat Allah dan
tunduk kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka ... .” Ibnu Qoyyim Al
Jauzy dalam kitab Al-Arwah, beliau mengatakan, “Salah satu gejala sakitnya ruh
adalah tertanamnya rasa sombong disebabkan kelebihan yang dia miliki. Padahal
Allah lah yang memberikan kelebihan itu. Tabiat jiwa itu, yang jelek akan
cenderung kepada kejelekan, yang baik akan cenderung kepada kebaikan.” Beliau juga
menuturkan,” Sesungguhnya seorang hamba akan tetap dalam keadaan baik selama
masih ada nasihat dalam dirinya dan muhasabah dalam jiwanya.”
Teman-temanku yang super, yuk kita
belajar dari ilmu seorang ulama’ dari Saudi Arabia, Abdul Aziz bin Muhammad Al
Abdul (beliau murid Muhammad bin Abdul Wabab), dalam kitabnya Lathif Al Ikhlash wa Asy Syirkul Asghar,
beliau menuturkan tentang sombong vs
ikhlas. Ikhlas adalah sarana terbaik agar amal kita berpahala. Ikhlas
adalah penjaga gerbang terakhir agar amalan kita bisa sampai ke hadirat-Nya.
Maka, sikap kita adalah menjaga agar keikhlasan yang kita bangun tidak ternoda,
dampak negatifnya adalah prestasi yang telah kita perjuangkan mati-matian jadi muspro. Penyakit yang bisa merusak
keikhlasan salah duanya adalah Riya’ dan Sum’ah. Riya’ itu melakukan amal
dengan tujuan dilihat orang lain, alias suka pamer. Kalau Sum’ah itu beramal
dengan tujuan mencari popularitas... Kedua hal tersebut bisa terjadi pada
mereka yang berambisi untuk menjadi seorang yang terkenal atau dikagumi banyak
orang.
Seperti
yang saya jelaskan sebelumnya, ketenaran adalah dampak, bukan tujuan. Menjadi
orang yang tenar tidak dilarang. Rosulullah SAW merupakan orang yang terkenal, ini
merupakan dampak dari akhlak dan jasa beliau dalam dakwah. So, jangan sampai kita
terjebak pada pemikiran bahwa untuk berdakwah harus mempopulerkan diri dulu,
atau berdakwah supaya terkenal. Karena ketenaran hanyalah efek samping yang muncul dengan sendirinya, dan tidak
perlu dikejar. Ambisi untuk terkenal kadang menjerumuskan seseorang pada
menghalalkan berbagai cara agar terkenal, termasuk ibadah dengan niat agar
dikenal sebagai orang yang shalih.
Penyakit
lain yang tak kalah berbahaya adalah ‘Ujub. Ujub itu merasa kagum terhadap diri
sendiri. Manusia memang harus bangga terhadap dirinya, hal ini sebagai bagian
dari rasa syukur kepada Allah SWT. Namun, jika rasa bangga tersebut beralih
menjadi ‘Ujub, maka hal ini merupakan awal dari menyekutukan Allah. Cirinya
Ujub itu, kita meyakini bahwa setiap keberhasilan yang kita raih semata-mata karena
kemampuan dan kehebatan sendiri (lupa sama Allah). Jika hal ini berlangsung
terus menerus, maka pelaku Ujub bisa sampai pada tahap beramal tidak diniatkan
untuk Allah, melainkan untuk kepentingan duniawi dan keinginan pribadinya.
Biar
gak teori doang, saya kasih kisah nyata.
Temen-temen,
tahu kisahnya Abdullah bin Mubarrak kan. Beliau adalah penunggang kuda yang sangat
handal, terutama ketika perang. Beliau menjadi sombong ketika mencela seekor
kuda perang yang dia anggap cacat. Beberapa hari kemudian ada murid dari
Abdullah yang membeli kuda tersebut. Saat di medan perang Abdullah heran, kuda
yang sedang dituggangi muridnya begitu lincah berlari, bahkan lebih baik dari pada
kudanya. Kemudian Abdullah bertanya kepada muridnya, sang murid menceritakan
bahwa ketika awal dia membeli kuda itu, dia membisikkan ke daun telinga si
kuda, ”Hai kudaku, aku telah taubat meninggalkan dosa dan kembali kepada Allah.
Maka dari itu, kau harus meninggalkan cacat pada dirimu.” Dengan izin Allah,
kuda tersebut bisa berlari dengan kencang. Ternyata diketahui bahwa, cacat
tersebut bukan karena kudanya, tetapi pada penungangnya. Jika penunggangnya
sombong dan angkuh, kuda tersebut akan cacat. Tuh kan, gara-gara sombong jadi
kehilangan kesempatan memiliki kuda terbaik tersebut.
Kisah
terakhir tentang bahaya sombong, masih ingatkah kisah Qorun. Beliau hidup di
zaman Nabi Musa a.s. Kisahnya ada dalam Al Qur’an surat Al Qashas : 76 – 82.
Awalnya si Qorun ini seorang yang taat dan rajin beribadah. Sebagai hadiah atas
ketaatannya pada Allah, Nabi Musa memberikan ilmu kimia kepadanya sehingga bisa
mengolah emas, jadilah dia pengusaha emas yang kaya raya. Dan ternyata,
kekayaan itu malah membuat si Qorun ini lupa akan status beliau sebagai seorang
hamba. Beliau lupa bahwa kelebihan yang
dia punya hanyalah titipan dari Allah untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya. Melalui firman-Nya Allah mengingatkan, “Janganlah engkau terlalu
sombong. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang –orang yang membanggakan diri
dan sombong. Dan carilah apa saja yang dianugerahkan Allah kepadamu di akhirat,
tetapi jangan melupakan kenikmatan dunia. Dan berbuat baiklah kepada orang lain
sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. ... .” Tetapi Qorun tidak menghiraukan
peringatan tersebut. Hingga akhirnya Allah memberikan adzab yang sepadan dengan
kesombongannya. Di dalam Al Qashas:81, ”Maka Kami benamkan Qorun beserta
rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada baginya suatu golongan pun yang mampu
menolongnya terhadap adzab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang yang
dapat membela diri.”
Hiii
ngeri rek!
Pahlawan Besar Tanpa
Nama
Orang
(khususnya mahasiswa) bisa terkenal salah satunya karena prestasi yang dibuat.
Baik akademik maupun non akademik. Seseorang bisa terkenal karena jasa yang dia
buat terhadap suatu kelompok, lembaga, organisasi, dan semacamnya. Seseorang
juga bisa terkenal karena dia adalah seorang public speaker yang mengisi kajian, seminar, atau training di
berbagai tempat. Berkat kerja keras
mereka, Allah menganugerahkan nama baik yang dikenal banyak kalangan baik di
kampung, kampus, jurusan, masjid, dan tempat-tempat yang menjadi lahan
dakwahnya. Dan tentunya yang tak kalah membahagiakan, buah dari ikhtiar mereka
adalah limpahan pahala spesial dari
Allah, bisa dijadikan poin buat bertemu dengan-Nya kelak di surga. Amin ya
Robb...
Lha
terus, gimana dong bagi kita-kita yang tidak terkenal. Baik itu kurang terkenal
maupun tidak terkenal blas. Termasuk saya (Agil.red) soalnya saya gak punya
prestasi blas.. Eits, eits, tenang saja, Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Adil.
Allah sudah memberi porsi pahala masing-masing hamba dengan sangat pas sesuai
kadar dan kapasitasnya, sesuai kekuatan iman, ketulusan niat, jumlah ikhtiar,
keringat yang bercucuran, air mata yang menetes, de el el, ukuran versi Allah
itu ukuran paling valid di dunia. Insya Allah jumlah pahala tidak selalu berkorelasi terhadap
jumlah orang yang mengenalnya. Artinya yang terkenal belum tentu lebih baik
dari yang tidak terkenal. Begitu juga sebaliknya, yang tidak terkenal belum
tentu lebih baik dari yang terkenal. Seandainya jumlah pahala selalu
berkorelasi terhadap jumlah orang yang mengenalnya (ketenarannya), Allah tidak
adil dong. Gimana dong nasib pahlawan-pahlawan islam yang namanya tidak terlalu
terkenal, di mata umum maupun aktifis dakwah, meskipun mereka tetap dikenal
sebagian orang. Kita tengok zaman sahabat. Parameter sahabat yang terkenal
bukan hanya kita tahu nama lho ya, tapi kita tahu Sirohnya. Berapa orang yang
kita kenal dari keseluruhan Sahabat Nabi. Memang tidak ada sumber yang pasti
tentang jumlah Sahabat Nabi, tapi dalam kitab Al Ba’its Al Hatsits jumlah
sahabat ketika masa wafatnya Rosulullah sekitar 114.000 sahabat. Yang
terkenal sirohnya paling-paling Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad, Thalhah,
Zubair, Al Jarrah, Mush’ab, Bilal, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Haritsah, Abdullah
bin Umi Ma’tum, Abdullah bin Mas’ud, Hamzah,
Ubay, Abu Hurairah, Ibn Umar, Anas, Wahsyi, Khalid, Amr bin Ash, Abu Dzar, Abu
Ayyub Al Anshori, bin ‘Auf, Salman, Ammar bin Yasir, dan Ja’far (saudaranya
Ali). Nah, kita cek. Ada yang tahu sirohnya Ukasyah? Ada yang tahu sirohnya Abu
Darda’? Ada yang tahu sirohnya Tamam Ad Dhari? Ada yang tahu sirohnya Usama bin
Zaid? Ada yang tahu sirohnya Malik bin Dinar? Terakhir, ada yang tahu sirohnya
Uwais Al Qarni?
Untung
saja Allah SWT itu Maha Adil, jadi tidak bisa kita judge yang terkenal pasti
lebih baik. Belum tentu Salman lebih bagus dari Tamam Ad Dhari, belum tentu
juga Abu Dzar itu lebih baik dari Usama bin Zaid. Jadi mana yang lebih baik???
Jawabannya adalah,,, wallahua’lam bishowaf... Allah Yang Maha Tahu raport
kehidupan hamba-Nya.
Ini
adalah sekelumit kisah dari seorang pahlawan besar Islam yang hidup di masa Rosul. Beliau adalah Uwais Al Qarni. Nama beliau bagi
kalangan umum mungkin tidak setenar Abdurrahman bin ‘Auf yang terkenal kaya
raya + dermawan, juga tidak setenar Ali
bin Abi Thalib yang permainan pedangnya kayak Bathosai si Samurai X. Biarlah beliau tidak terkenal di bumi, tapi
sahabat Uwais dikenal ratusan, bahkan mungkin ribuan Malaikat. Beliau
adalah manusia yang bergelimpangan pahala, bahkan mungkin kebanyakan sampai
tumpah-tumpah.
Uwais Al – Qarni, Terkenal di Langit Tidak Terkenal di Bumi
Ini kisah yang ada di Siyar A’lam al-Nubala by Imam Adz-Dzahabi. Sahabat
Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda dari Yaman, beliau bermata biru, rambutnya
merah, pundaknya lapang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat
pada tempat sujudnya, tangan kanannya
menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca
Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, beliau tak dikenal oleh penduduk
bumi akan tetapi sangat terkenal di
langit.
Rasulullah SAW
bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qorni),
perhatikanlah, beliau mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau, memandang kepada Ali bin Abi Thalib r.a. dan Umar bin Khattab r.a. lalu bersabda : “Suatu saat
apabila kalian bertemu dengan dia mintalah do’a dan istighfarnya, karena dia
adalah penghuni langit
dan bukan penghuni bumi.”
Gelar “Penghuni Langit” yang disandang oleh beliau adalah karena baktinya yang sangat luar biasa kepada
ibunya.
Beliau jika bersumpah
demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil untuk masuk surga, beliau
justru dipanggil agar berhenti dahulu
dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah
memberi izin kepada beliau
untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Subhanallah, sungguh mulia derajat beliau di sisi Allah. Beliau tak
dikenal banyak orang dan juga fakir miskin, orang lain suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Suatu ketika hati Uwais dilanda galau ketika banyak tetangga-tetangga yang
telah pulang dari Madinah, bercertia bahwa mereka bertemu dengan manusia nan
agung, Rasulullah SAW.
Seketika itu juga beliau sangat ingin bertemu dengan Rosulullah. Kecintaannya
kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih Allah tsb, tapi apalah daya beliau tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih
beliau beratkan adalah sang ibu yang
jika beliau pergi, tak ada yang merawatnya.
Hari berganti hari, kerinduan yang tak terbendung membuat
keinginan untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais
merenungkan diri dan bertanya dalam
hati, kapankah beliau dapat
menziarahi Rosulullah dan
memandang wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah beliau
mempunyai ibu yang sangat membutuhkan
perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati
ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Rosulullah SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah
uzur, merasa terharu ketika mendengar
permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa,
segeralah engkau kembali pulang”. Dengan
rasa gembira beliau berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada
tetangganya agar dapat menemani ibunya selama beliau pergi.
Sesudah berpamitan sambil
menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari
Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli panasnya terik matahari, bukit yang curam, gurun pasir yang luas
yang dapat menyesatkan dan begitu
panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya sosok baginda Rosulullah SAW yang selama ini dirindukannya.
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya sosok baginda Rosulullah SAW yang selama ini dirindukannya.
Sesampainya di rumah Rosulullah, Aisyah RA menyampaikan kepada beliau bahwa
Rosulullah sedang dalam medan perang bersama sahabat lain. Seketika itu juga
beliau langsung lemas, ingin rasanya menanti kedatangan Rosulullah, sahabat
Uwais teringat ibunya di rumah yang sudah berpesan kepada Uwais agar tidak
berlama-lama di Mekkah. Dan ternyata kawan, kecintaan kepada ibunya membuat
beliau berat hati tidak bisa menemui Rosulullah... Subhanallah, sungguh ini
cerminan Birul Walidain tingkt tinggi.
Sepulangnya dari perang, Rosulullah
SAW langsung menanyakan tentang kedatangan
orang yang mencarinya. Rosulullah SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar cerita tersebut,
Aisyah RA dan para sahabatnya
tertegun. Menurut informasi ‘Aisyah
r.a., memang benar ada yang mencari Rosulullah
SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga beliau tidak dapat
meninggalkan ibunya terlalu lama.
Beberapa tahun kemudian, tersiar kabar kalau Uwais
al-Qorni telah meninggal dunia. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan
tiba-tiba sudah banyak orang tak dikenal yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana
sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika masyarakat
hendak pergi untuk menggali
kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya
hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya jenazahnya.
Dan Abdullah bin Salamah
menjelaskan, “ketika itu aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang
dari mengantarkan jenazahnya. Lalu aku bermaksud kembali ke tempat
penguburannya untuk memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak
terlihat lagi adanya bekas kuburannya”. (Abdullah bin Salamah
adalah orang yang pernah ikut berperang dalam satu pasukan, bersama Uwais
al-Qorni di masa pemerintahan Umar Ibnu Khattab r.a.).
Meninggalnya Uwais
al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak
dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal beliau adalah seorang
fakir miskin
yang tidak terkenal.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal,
hanyalah seorang fakir yang tak
memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu,
engkau telah menggemparkan penduduk
Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya. Agaknya mereka
adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru
saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya
ternyata Uwais al-Qorni adalah orang yang tidak terkenal di bumi tapi
terkenal di langit. Subhanallah!!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Saudara
– saudara dakwahku sekalian, bagi antum yang namanya tidak terkenal seperti
layaknya sahabat Uwais, Allah sudah menyiapkan tempat terindah kelak sebagai
balasan atas perjuangan dakwah kita di dunia... Bagi teman-temanku yang diberi
anugrah berupa nama baik yang sudah terdengar di tiap pojok kampus, itulah
senjata ampuh yang bisa antum gunakan untuk menebar keindahan nilai-nilai islam
di kalangan mahasiswa yang notabene akademisi.
Baik terkenal maupun tidak, yang
paling perting adalah kita bisa memposisikan dengan tepat kapan kita
menampakkan amalan, dan kapan kita harus menyembunyikannya. Saya pribadi
(Agil.red) juga masih tahap belajar untuk bisa tawazun.
Ikhwati fillah, insya Allah itu yang
bisa saya sharingkan. Ini saya tulis sebagai
muhasabah untuk diri saya sendiri yang masih banyak kelemahan terutama dalam menjaga
kesucian hati. Saya sangat khawatir hati yang Allah titipkan dalam keadaan suci
ini, kembali kepada-Nya dalam keadaan kotor. Afwan jiddan jika tulisan ini
mungkin kurang tajam secara makna dan kurang sistematis secara sastra. Semoga
kita semua tidak termasuk golongan orang – orang yang menyombongkan diri.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada
kesombongan meskipun sebesar dzarrah.” (HR Muslim)
Jazakumullahu khoirin katsir...
Pondok Hijrah, 7 Maret 2012
Saudaramoe
Agil
Darmawan
Cc : My
Lovely Squad KD, PH, PUSKOM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar