Minggu, 11 Maret 2012

Gak terkenal!! Biarin, yg penting pahala..


Bismillahirrohmanirrohim...
Setiap kali Rosulullah SAW bertemu dengan Sahabat, baik itu di jalan, di masjid, ketika jogging bersama di pagi hari, di forum ilmu, forum syuro’, dll, beliau tidak akan memulai pembicaraan kecuali dengan menanyakan kabar para sahabatnya. Beliau baru akan memulai pembicaraan inti ketika sudah memastikan sahabatnya dalam kondisi sehat wal’afiat, segar bugar jiwa dan raga, jasmani dan rohani, fisik dan mental, sehat ruhiahnya, lancar rezekinya, serta bahagia anak dan istrinya. Subhanallah, betapa tulusnya sikap nan agung dari manusia teladan umat tersebut. Perhatian beliau kepada saudara seperjuangan dakwah patut kita teladani bersama. Nah, maka dari itu sehingga, sebelum saya memulai menyampaikan apa yang jadi inti tulisan ini, saya nanya dulu ni ke temen-temen.

Agil                 : Bagaimana kabarnya akh/ukh?
Temen-temen  : Alhamdulillah sehat Gil. Antum gimana?
Agil                 : Mantap. Alhamdulillah sehat...
Temen-temen  : Aneh ente, ini kan tulisan, mana bisa antum tahu ana (yg lagi baca) sehat  atau gak.
Agil                 : Pake feeling. Karena kalau antum lagi sakit pasti males buka FB. hehehe

Ya tapi kalau seandainya yang baca tulisan ini ada yang sedang sakit baik fisik, karena kurang makan, kebanyakan makan, kurang minum, kebanyakan minum, jatuh dari motor, mobil, pesawat, batuk-batuk, demam, kecapekan habis main futsal, nglembur tugas, TA; maupun yang sedang sakit ruhiah (mau saya tulis sakit jiwa kok aneh), karena berantem sama temen, saudara, partner, lupa belum ngaji, jarang shalat sunnah, keseringan rapat, sering debat, putus cinta, hape ilang, laptop kena virus, kucingnya sakit, de el el. Semua ujian tersebut semoga segera terselesaikan dalam waktu dekat ini,, Aminnn.....
Teman-teman yang saya cintai dan saya banggakan, kenapa saya membuat tulisan dengan judul seperti tertulis di atas. Tujuan intinya adalah :
1.    Membantu bagi yang minder berdakwah karena tidak terkenal.
2.    Membedakan antara terkenal dengan menterkenalkan diri.
3.    Membedakan antara menginspirasi dengan sombong.
4.    Pahlawan bertabur pahala yang namanya tidak terkenal.
5.    Mengungkap sisi positif terkenal maupun tidak terkenal (tawazun).
 

Terkenal ≠ menterkenalkan diri, Populer ≠ mempopulerkan diri
Gil, ente kok bikin judul tulisan kayak gitu, emang terkenal itu tidak boleh... Lho lho, siapa yang bilang tidak boleh. Boleh kok, sangat boleh, amat sangat boleh, amat sangat boleh sekali, bahkan amat suuuuangat begitu teramat boleh sekali. Bahkan ada suatu masa yang namanya terkenal itu menjadi sebuah kebutuhan, termasuk di dalamnya kebutuhan dakwah. Posisi “terkenal” dalam dakwah tujuannya adalah dalam hal pencitraan dan penokohan, sekaligus menghilangkan eksklusifitas kader dakwah. Pencitraan tersebut bisa dalam tataran jama’ah (organisasi) maupun pencitraan pribadi (sosok teladan). Saya pernah mendapatkan taujih dari Ust Hamy Wahyunianto (Dirut Kualita Pendidikan Indonesia). “Ketika sebuah lembaga dakwah ingin melakukan penetrasi ke daerah yang sebelumnya belum dijamah, maka yang dilakukan pertama adalah pencitraan. Berarti kaidahnya adalah menjadikan yang tidak ada menjadi ada. Bisa disebut ada ketika orang lain tahu kalau itu ada. Biar orang lain tahu kalau itu ada harus kita kasih tahu bahwa itu ada. Orang lain percaya bahwa itu ada kalau orang lain tsb percaya pada kita yang ngasih tahu. Nah, gimana caranya agar mereka mudah percaya dengan apa yang kita sampaikan? Di sinilah pencitraan berbicara.” Mudeng kan dengan sistematika di atas... Kita patut berbanga dan berterima kasih kepada saudara seperjuangan dakwah kita yang telah berhasil tercitrakan berkat prestasi-prestasi luar biasa mereka. Insya Allah dengan prestasi itulah orang mudah percaya dengan kita. Orang kalau terkenal, dia bisa berdakwah bahkan tanpa harus berbicara sepatah katapun. Walaupun dia diam, ketika dia lewat dan orang lain melihat sosoknya, itu sudah menabur wewangian dari kualitas dakwah islam kita. Apa lagi kalau ditambah dakwah bil lisan.
Ketika kita sudah tahu pentingnya terkenal (pencitraan). Karena kita mahasiswa, sebagian besar dari kita akan mengejar-ngejar prestasi tersebut dengan salah satu tujuan agar dakwah semakin tercitrakan. Nah, ini dia titik rawannya. Kita bukanlah Rosulullah yang sukses menjaga nafsu duniawinya, kita bukan Utsman bin Affan yang tawadhu’nya luar biasa tinggi, kita juga bukan Hatim Al-Ashom yang kuat 15 tahun berpura-pura tuli untuk menjaga aib saudaranya. Kita ingat-ingat kembali hadits pertama dalam Arba’in Nawawi, satu kata yang amat terkenal di dunia.... NIAT..
Prestasi yang kita dapatkan merupakan anugerah Allah agar kita terus meningkatkan kualitas diri, jangan sampai anugerah itu tercemari oleh niat kita yang begitu duniawi. Yang kita khawatirkan adalah niat yang dengan sengaja untuk menterkenalkan diri kita secara pribadi, agar di elu-elukan, dipuji-puji banyak orang, juga untuk misi pribadi yang terselubung. Ibarat Burung Merak merekahkan sayapnya untuk menarik lawan jenis. Na'udzubillahimindzalik...
Tapi tenang saja, Allah SWT Maha Tahu struktur dan mekanisme cara kerja otak dan perasaan manusia. Ibarat Bill Gates sangat memahami spesifikasi dari software-software Microsoft. Allah tahu tabiat dasar manusia yang memiliki kecenderungan untuk kagum pada sesuatu yang dianggap wah.. Manusia mempunyai kecenderungan menyukai apa-apa yang di fikiran dan hatinya menyenangkan, menakjubkan, atau menarik. Jadi, ketika kita berprestasi lantas orang kagum kepada kita dan kita menjadi terkenal, itu adalah anugerah dari Allah berkat jerih payah kita dalam meraih prestasi. Gil, mana buktinya!! Ini dia dasarnya :
Imam An-Nawawi Rahimahullah menyampaikan dalam kitab Riyadus Shalihin. ” Beliau membawakan hadist dari Abu Dzar Radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya: “Apa pendapat engkau ya Rosul tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian dia mendapat pujian dari manusia?” Beliau menjawab: “Itu adalah kebaikan yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Kawan-kawanku yang Super, menjadi terkenal, dipuji, dielu, dicintai, dibanggakan, itu semua adalah dampak dari prestasi, bukan tujuan dari prestasi. Tapi tenang saja, insya Allah ada yang diperbolehkannya niat agar dibanggakan orang lain, adalah niat agar dibanggakan kedua orang tua kita. Ini sudah kodrat seorang anak yang mencintai ayah dan ibunya. Kita tentunya bangga dengan orang tua kita kan. Kita bangga punya ibu, yang 2 tahun menyapih kita tanpa mengeluh, tanpa sedih, kalau kita ngompol dengan senang hati dibersihkan. Kita juga bangga pada ayah yang pagi – malam nglembur agar kita bisa sekolah. Sebagai balas jasa mereka, kita ingin berprestasi agar mereka bangga dengan kita. Kawan, mari kita luruskan niat bareng-bareng. Niat pencitraan dengan menterkenalkan diri itu beda tipis banget. Menginspirasi dan menyombongkan diri juga bedanya tipiiiiiiiiissss banget. Kita harus sangat berhati-hati menata hati. Let’s we keep our heart, say NO to Takabur!
Next, siapa sih yang tidak kenal sosok Muhammad bin Abdullah, manusia yang ketika turun Surat Al-Mudatsir resmi dipilih Allah untuk bergelar Rosulullah. Siapa yang gak kenal sosok Umar Al Faruq, khalifah yang rela terjun ke rakyatnya untuk memastikan mereka dalam kondisi aman, tentram, dan sejahtera. Siapa aktifis yang gak kenal Thalhah bin Ubaidillah, yang ba’da perang Uhud digelari Rosulullah sebagai “Syahid yang berjalan di muka bumi”. Apakah terkenalnya mereka karena mereka sengaja menterkenalkan diri. Dengan tegas saya katakan... TIDAK... Mereka terkenal karena memiliki prestasi dakwah yang gemilang. Rosulullah dan Umar adalah pemimpin yang disegani oleh seluruh pemimpin dunia di zaman itu. Bahkan tertulis dalam Siroh Nabawiyah, Rosulullah sangat dikagumi oleh pimpinan Romawi yang terkenal hebat, Heracklius. Saking lebay-nya si Heracklius, beliau bilang, ”Seandainya saya bisa bertemu Muhammad, saya akan tunduk dan akan saya cuci kakinya yang suci itu.”  Rosulullah itu tinggalnya di Mekkah, terkenalnya bisa sampai Romawi yang jaraknya juuauh banget dari Mekkah. Apakah itu berarti beliau dengan sengaja “menebar pesona” ke Romawi? TIDAK TIDAK TIDAK, tapi semata-mata karena sifat beliau nan agung, akhlaq yang mulia, kecerdasan dalam menata pemerintahan, serta kejelian mengatur strategi militer itulah yang bisa tercium hingga seantero dunia. Alhamdulillah track record beliau sebagai orang yang tawadhu’ tetap terjaga hingga beliau wafat. 

Jangan sengaja sombong dan menterkenalkan diri
Rosulullah mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga hati dalam ilmu tentang Tazkiyatun Nufus, hanya Allah lah Zat yang pantas sombong. Tertuang dalam Al Hadid : 16, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hatinya mengingat Allah dan tunduk kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka ... .” Ibnu Qoyyim Al Jauzy dalam kitab Al-Arwah, beliau mengatakan, “Salah satu gejala sakitnya ruh adalah tertanamnya rasa sombong disebabkan kelebihan yang dia miliki. Padahal Allah lah yang memberikan kelebihan itu. Tabiat jiwa itu, yang jelek akan cenderung kepada kejelekan, yang baik akan cenderung kepada kebaikan.” Beliau juga menuturkan,” Sesungguhnya seorang hamba akan tetap dalam keadaan baik selama masih ada nasihat dalam dirinya dan muhasabah dalam jiwanya.”
Teman-temanku yang super, yuk kita belajar dari ilmu seorang ulama’ dari Saudi Arabia, Abdul Aziz bin Muhammad Al Abdul (beliau murid Muhammad bin Abdul Wabab), dalam kitabnya Lathif Al Ikhlash wa Asy Syirkul Asghar, beliau menuturkan tentang sombong vs ikhlas. Ikhlas adalah sarana terbaik agar amal kita berpahala. Ikhlas adalah penjaga gerbang terakhir agar amalan kita bisa sampai ke hadirat-Nya. Maka, sikap kita adalah menjaga agar keikhlasan yang kita bangun tidak ternoda, dampak negatifnya adalah prestasi yang telah kita perjuangkan mati-matian jadi muspro. Penyakit yang bisa merusak keikhlasan salah duanya adalah Riya’ dan Sum’ah. Riya’ itu melakukan amal dengan tujuan dilihat orang lain, alias suka pamer. Kalau Sum’ah itu beramal dengan tujuan mencari popularitas... Kedua hal tersebut bisa terjadi pada mereka yang berambisi untuk menjadi seorang yang terkenal atau dikagumi banyak orang.
Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, ketenaran adalah dampak, bukan tujuan. Menjadi orang yang tenar tidak dilarang. Rosulullah SAW merupakan orang yang terkenal, ini merupakan dampak dari akhlak dan jasa beliau dalam dakwah. So, jangan sampai kita terjebak pada pemikiran bahwa untuk berdakwah harus mempopulerkan diri dulu, atau berdakwah supaya terkenal. Karena ketenaran hanyalah efek samping yang muncul dengan sendirinya, dan tidak perlu dikejar. Ambisi untuk terkenal kadang menjerumuskan seseorang pada menghalalkan berbagai cara agar terkenal, termasuk ibadah dengan niat agar dikenal sebagai orang yang shalih.
Penyakit lain yang tak kalah berbahaya adalah ‘Ujub. Ujub itu merasa kagum terhadap diri sendiri. Manusia memang harus bangga terhadap dirinya, hal ini sebagai bagian dari rasa syukur kepada Allah SWT. Namun, jika rasa bangga tersebut beralih menjadi ‘Ujub, maka hal ini merupakan awal dari menyekutukan Allah. Cirinya Ujub itu, kita meyakini bahwa setiap keberhasilan yang kita raih semata-mata karena kemampuan dan kehebatan sendiri (lupa sama Allah). Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka pelaku Ujub bisa sampai pada tahap beramal tidak diniatkan untuk Allah, melainkan untuk kepentingan duniawi dan keinginan pribadinya.
Biar gak teori doang, saya kasih kisah nyata.
Temen-temen, tahu kisahnya Abdullah bin Mubarrak kan. Beliau adalah penunggang kuda yang sangat handal, terutama ketika perang. Beliau menjadi sombong ketika mencela seekor kuda perang yang dia anggap cacat. Beberapa hari kemudian ada murid dari Abdullah yang membeli kuda tersebut. Saat di medan perang Abdullah heran, kuda yang sedang dituggangi muridnya begitu lincah berlari, bahkan lebih baik dari pada kudanya. Kemudian Abdullah bertanya kepada muridnya, sang murid menceritakan bahwa ketika awal dia membeli kuda itu, dia membisikkan ke daun telinga si kuda, ”Hai kudaku, aku telah taubat meninggalkan dosa dan kembali kepada Allah. Maka dari itu, kau harus meninggalkan cacat pada dirimu.” Dengan izin Allah, kuda tersebut bisa berlari dengan kencang. Ternyata diketahui bahwa, cacat tersebut bukan karena kudanya, tetapi pada penungangnya. Jika penunggangnya sombong dan angkuh, kuda tersebut akan cacat. Tuh kan, gara-gara sombong jadi kehilangan kesempatan memiliki kuda terbaik tersebut.
Kisah terakhir tentang bahaya sombong, masih ingatkah kisah Qorun. Beliau hidup di zaman Nabi Musa a.s. Kisahnya ada dalam Al Qur’an surat Al Qashas : 76 – 82. Awalnya si Qorun ini seorang yang taat dan rajin beribadah. Sebagai hadiah atas ketaatannya pada Allah, Nabi Musa memberikan ilmu kimia kepadanya sehingga bisa mengolah emas, jadilah dia pengusaha emas yang kaya raya. Dan ternyata, kekayaan itu malah membuat si Qorun ini lupa akan status beliau sebagai seorang hamba. Beliau lupa bahwa kelebihan yang dia punya hanyalah titipan dari Allah untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Melalui firman-Nya Allah mengingatkan, “Janganlah engkau terlalu sombong. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang –orang yang membanggakan diri dan sombong. Dan carilah apa saja yang dianugerahkan Allah kepadamu di akhirat, tetapi jangan melupakan kenikmatan dunia. Dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. ... .” Tetapi Qorun tidak menghiraukan peringatan tersebut. Hingga akhirnya Allah memberikan adzab yang sepadan dengan kesombongannya. Di dalam Al Qashas:81, ”Maka Kami benamkan Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada baginya suatu golongan pun yang mampu menolongnya terhadap adzab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang yang dapat membela diri.”
Hiii ngeri rek!
Pahlawan Besar Tanpa Nama
Orang (khususnya mahasiswa) bisa terkenal salah satunya karena prestasi yang dibuat. Baik akademik maupun non akademik. Seseorang bisa terkenal karena jasa yang dia buat terhadap suatu kelompok, lembaga, organisasi, dan semacamnya. Seseorang juga bisa terkenal karena dia adalah seorang public speaker yang mengisi kajian, seminar, atau training di berbagai tempat. Berkat kerja keras mereka, Allah menganugerahkan nama baik yang dikenal banyak kalangan baik di kampung, kampus, jurusan, masjid, dan tempat-tempat yang menjadi lahan dakwahnya. Dan tentunya yang tak kalah membahagiakan, buah dari ikhtiar mereka adalah limpahan pahala spesial dari Allah, bisa dijadikan poin buat bertemu dengan-Nya kelak di surga. Amin ya Robb...

Lha terus, gimana dong bagi kita-kita yang tidak terkenal. Baik itu kurang terkenal maupun tidak terkenal blas. Termasuk saya (Agil.red) soalnya saya gak punya prestasi blas.. Eits, eits, tenang saja, Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Adil. Allah sudah memberi porsi pahala masing-masing hamba dengan sangat pas sesuai kadar dan kapasitasnya, sesuai kekuatan iman, ketulusan niat, jumlah ikhtiar, keringat yang bercucuran, air mata yang menetes, de el el, ukuran versi Allah itu ukuran paling valid di dunia. Insya Allah jumlah pahala tidak selalu berkorelasi terhadap jumlah orang yang mengenalnya. Artinya yang terkenal belum tentu lebih baik dari yang tidak terkenal. Begitu juga sebaliknya, yang tidak terkenal belum tentu lebih baik dari yang terkenal. Seandainya jumlah pahala selalu berkorelasi terhadap jumlah orang yang mengenalnya (ketenarannya), Allah tidak adil dong. Gimana dong nasib pahlawan-pahlawan islam yang namanya tidak terlalu terkenal, di mata umum maupun aktifis dakwah, meskipun mereka tetap dikenal sebagian orang. Kita tengok zaman sahabat. Parameter sahabat yang terkenal bukan hanya kita tahu nama lho ya, tapi kita tahu Sirohnya. Berapa orang yang kita kenal dari keseluruhan Sahabat Nabi. Memang tidak ada sumber yang pasti tentang jumlah Sahabat Nabi, tapi dalam kitab Al Ba’its Al Hatsits jumlah sahabat ketika masa wafatnya Rosulullah sekitar 114.000 sahabat. Yang terkenal sirohnya paling-paling Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad, Thalhah, Zubair, Al Jarrah, Mush’ab, Bilal, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Haritsah, Abdullah bin Umi Ma’tum,  Abdullah bin Mas’ud, Hamzah, Ubay, Abu Hurairah, Ibn Umar, Anas, Wahsyi, Khalid, Amr bin Ash, Abu Dzar, Abu Ayyub Al Anshori, bin ‘Auf, Salman, Ammar bin Yasir, dan Ja’far (saudaranya Ali). Nah, kita cek. Ada yang tahu sirohnya Ukasyah? Ada yang tahu sirohnya Abu Darda’? Ada yang tahu sirohnya Tamam Ad Dhari? Ada yang tahu sirohnya Usama bin Zaid? Ada yang tahu sirohnya Malik bin Dinar? Terakhir, ada yang tahu sirohnya Uwais Al Qarni?
Untung saja Allah SWT itu Maha Adil, jadi tidak bisa kita judge yang terkenal pasti lebih baik. Belum tentu Salman lebih bagus dari Tamam Ad Dhari, belum tentu juga Abu Dzar itu lebih baik dari Usama bin Zaid. Jadi mana yang lebih baik??? Jawabannya adalah,,, wallahua’lam bishowaf... Allah Yang Maha Tahu raport kehidupan hamba-Nya.
Ini adalah sekelumit kisah dari seorang pahlawan besar Islam yang hidup di masa Rosul. Beliau adalah Uwais Al Qarni. Nama beliau bagi kalangan umum mungkin tidak setenar Abdurrahman bin ‘Auf yang terkenal kaya raya + dermawan,  juga tidak setenar Ali bin Abi Thalib yang permainan pedangnya kayak Bathosai si Samurai X. Biarlah beliau tidak terkenal di bumi, tapi sahabat Uwais dikenal ratusan, bahkan mungkin ribuan Malaikat. Beliau adalah manusia yang bergelimpangan pahala, bahkan mungkin kebanyakan sampai tumpah-tumpah.

Uwais Al Qarni, Terkenal di Langit Tidak Terkenal di Bumi

Ini kisah yang ada di Siyar A’lam al-Nubala by Imam Adz-Dzahabi. Sahabat Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda dari Yaman, beliau bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, beliau tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qorni), perhatikanlah, beliau mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau, memandang kepada Ali bin Abi Thalib r.a. dan Umar bin Khattab r.a. lalu bersabda : “Suatu saat apabila kalian bertemu dengan dia mintalah do’a dan istighfarnya, karena dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.

GelarPenghuni Langit” yang disandang oleh beliau adalah karena baktinya yang sangat luar biasa kepada ibunya.
 
Beliau jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil untuk masuk surga, beliau justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin kepada beliau untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Subhanallah, sungguh mulia derajat beliau di sisi Allah. Beliau tak dikenal banyak orang dan juga fakir miskin, orang lain suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Suatu ketika hati Uwais dilanda galau ketika banyak tetangga-tetangga yang telah pulang dari Madinah, bercertia bahwa mereka bertemu dengan manusia nan agung, Rasulullah SAW. Seketika itu juga beliau sangat ingin bertemu dengan Rosulullah. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih Allah tsb, tapi apalah daya beliau tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih beliau beratkan adalah sang ibu yang jika beliau pergi, tak ada yang merawatnya.
Hari berganti hari, kerinduan yang tak terbendung membuat keinginan untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah beliau dapat menziarahi Rosulullah dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah beliau mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Rosulullah SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira beliau berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama beliau pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli panasnya terik matahari, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya sosok baginda Rosulullah SAW yang selama ini dirindukannya.
Sesampainya di rumah Rosulullah, Aisyah RA menyampaikan kepada beliau bahwa Rosulullah sedang dalam medan perang bersama sahabat lain. Seketika itu juga beliau langsung lemas, ingin rasanya menanti kedatangan Rosulullah, sahabat Uwais teringat ibunya di rumah yang sudah berpesan kepada Uwais agar tidak berlama-lama di Mekkah. Dan ternyata kawan, kecintaan kepada ibunya membuat beliau berat hati tidak bisa menemui Rosulullah... Subhanallah, sungguh ini cerminan Birul Walidain tingkt tinggi.
Sepulangnya dari perang, Rosulullah SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Rosulullah SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar cerita tersebut, Aisyah RA dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Rosulullah SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga beliau tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Beberapa tahun kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah meninggal dunia. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang tak dikenal yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika masyarakat hendak pergi untuk menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya jenazahnya.
Dan Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika itu aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya. Lalu aku bermaksud kembali ke tempat penguburannya untuk memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat lagi adanya bekas kuburannya”.  (Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang dalam satu pasukan, bersama Uwais al-Qorni di masa pemerintahan Umar Ibnu Khattab r.a.).
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal beliau adalah seorang fakir miskin yang tidak terkenal.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya ternyata Uwais al-Qorni adalah orang yang tidak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.  Subhanallah!!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Saudara – saudara dakwahku sekalian, bagi antum yang namanya tidak terkenal seperti layaknya sahabat Uwais, Allah sudah menyiapkan tempat terindah kelak sebagai balasan atas perjuangan dakwah kita di dunia... Bagi teman-temanku yang diberi anugrah berupa nama baik yang sudah terdengar di tiap pojok kampus, itulah senjata ampuh yang bisa antum gunakan untuk menebar keindahan nilai-nilai islam di kalangan mahasiswa yang notabene  akademisi.
Baik terkenal maupun tidak, yang paling perting adalah kita bisa memposisikan dengan tepat kapan kita menampakkan amalan, dan kapan kita harus menyembunyikannya. Saya pribadi (Agil.red) juga masih tahap belajar untuk bisa tawazun.
Ikhwati fillah, insya Allah itu yang bisa saya sharingkan. Ini saya tulis sebagai muhasabah untuk diri saya sendiri yang masih banyak kelemahan terutama dalam menjaga kesucian hati. Saya sangat khawatir hati yang Allah titipkan dalam keadaan suci ini, kembali kepada-Nya dalam keadaan kotor. Afwan jiddan jika tulisan ini mungkin kurang tajam secara makna dan kurang sistematis secara sastra. Semoga kita semua tidak termasuk golongan orang – orang yang menyombongkan diri.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun sebesar dzarrah.” (HR Muslim)
 
Jazakumullahu khoirin katsir...

Pondok Hijrah, 7 Maret 2012



Saudaramoe
Agil Darmawan






Cc : My Lovely Squad KD, PH, PUSKOM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar