…”Bismillah… Selamat kepada antum yang telah terpilih
sebagai pasukan AHWA 22 JMMI ITS. Insya Allahakan akan ada launching besok
sabtu jam 8.00 di BU Dalam. Domohon kedatangannya akh.. Amanah agung nan mulya
siap menanti antum.”… (klo gak salah begitu sms nya)
Pertama baca sms itu, terasa mumet bin
pusing. Saya kayaknya belum pernah di-tabayyuni untuk jadi AHWA, tiba-tiba
di-sms launcing. Wow! Bersama 21 kawan lainnya, kami pun bersyuro’ ria untuk
membahas Grand Design JMMI untuk tahun 2011/2012.
Saya pertama kenal istilah Ahlul Halli
wal Aqdi ya pas di ITS ini. Waktu itu saya denger pertama ketika AHWA zamannya
mas Hasan dan mbak Leska 2006. Saya dimintai tolong untuk jadi OC PSI 3 oleh
mas Khadafi (Dir.BPM). Klo mengingat masa itu, jadi teringat Naruto (lho?). Ya
gimana gak inget, tiap ngobrol sama mas Suko (Sekjend), beliau ceritanya Naruto
mlulu. Dari Naruto mau lahir sampe mau mati hafal banget mas Suko..
Pas denger nama AHWA, saya pun
bertanya-tanya. What is Ahlul Halli wal Aqdi??? Akhirnya berbagai sumber
digali. Tanya temen LDK STAIL Hidayatullah, tanya Ust. Mudhofar, tanya Ust Amin
Syukroni, tanya mas Haizan (tapi gak di jawab), tanya mas Mafi (gak dijawab
juga), tanya mas Agus (apalagi ini, blas).hehe.. Juga terakhir nyari literatur dari
dua dunia (nyata dan maya). Alhamdulilah dapat banyak ilmu tentang Ahlul Halli
wal Aqdi.
Ahlul Halli wal Aqdi adalah orang-orang
yang terpilih berdasarkan ketaqwaan kepada Allah SWT dan kapabilitas dalam hal
tertentu dalam rangka untuk merumuskan suatu rancangan negara. Mereka adalah
sekumpulan orang yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dan
kesepakatan melalui mekanisme musyawarah. Dalam hal ini di ITS, negara di
implementasikan di JMMI. Istilah AHWA tidak ada dalam Al Qur’an. Yang pertama menyebut istilah Ahlul
Halli wal Aqdi adalah para ulama’ fikih.
Meski begitu, bukan berarti istilah tersebut bid’ah meski belum pernah
digunakan pada zaman Rasulullah SAW maupun Sahabatnya. Ia dapat digolongkan
dalam mashalihul mursalah
(kemaslahatan umum), hal baru yang karena untuk kepentingan umat maka diizinkan
syariat Islam, ya seperti istilah baru macam ushul fikih, nahwu sharaf,
musthala hadits, kan tidak ada di masa Nabi.
Ulama
besar zaman Daulah Abasiyah, Imam Al Mawardi, pernah menulis buku Al Ahkam Al Shultoniah (Peraturan-peraturan
pemerintahan/kerajaan) –ini cocok buat arek Siyasi. Buku ini mengupas bahwa
Ahlul Halli wal Aqdi
terdiri atas tiga kata utama, yakni ahlu, halli, dan aqdi.
Kata pertama berarti orang yang berhak atau memiliki. Kata kedua, halli
berarti penyesuaian dan pemecahan, sedangkan aqdi berarti pengikatan
atau pembentukan.
Buku
tersebut di-syarah oleh Ketua Dewan
Dakwah Islamiyah, Ust Ahmad Zain An Najah. Menurutnya AHWA berarti orang-orang
yang berhak membentuk suatu sistem dalam sebuah Negara (lembaga) dan merubah
atau membubarkannya kembali jika dipandang perlu.
Para
ulama’ lain berbeda pendapat tentang pengertian dan fungsi Ahlul Halli wal Aqdi.
Ada yang sama dengan An Najah, yaitu sebagai konseptor system. Ulama golongan
kedua mengartikan Ahlul Halli wal Aqdi sebagai Majelis Syuro’ suatu Negara atau
lembaga, jadi tidak harus AHWA tersebut yang mengkonsep. Golongan pertama
menyatakan bahwa fungsi Ahlul Halli wal Aqdi adalah membentuk system
pemerintahan sekaligus berkewajiban mengangkat pemimpin (khalifah) diantara
mereka dan membaiatnya. Model ini hampir mirip yang diterapkan di JMMI ITS.
Sedangkan golongan kedua menyatakan bahwa fungsi Ahlul Halli wal Aqdi lebih
fokus saat proses kepemimpinannya sedang berlangsung, alias bisa disebut
sebagai penasehat pemerintahan/lembaga. AHWA adalah sebagai para penyelesai
masalah dan kesepakatan yang urgent. Model ini seperti gabungan Majelis Syuro’
dan Dewan Syari’ah. Ulama golongan pertama diantaranya Imam Abu Ya’la al-Farra’
(ahli fikih abad 5H) dan Imam An Nawawi. Sedangkan golongan kedua diataranya
Imam Hasan Al Banna dalam buku Fiqhu
Siyasah (Fikih Politik) dan Dr. Yusuf Al Qardhawi dalam Fikih Kontemporer
(jilid III).
Meskipun
ulama’ berbeda pendapat mengenai pengertian dan fungsi Ahlul Halli wal Aqdi,
tetapi dari pemilihan keanggotaan squad AHWA tidak ada berbedaan yang berarti.
Ahwa dipilih bukan karena nama-nama keren dan beken, tetapi berdasarkan kriteria-kriteria
sebagai seorang ulama’, penasehat, sekaligus qiyadah.
Menurut
Hasan Al Banna, syarat secara umum Ahlul Halli wal Aqdi adalah dinilai dari
aspek Diniyahnya, yaitu ruhiah, ibadah, tarbiyah (keilmuan). Sedangkan secara
spesifik, AHWA harus memenuhi 3 kriteria :
1. Ahli
fikih yang mampu berijtihad. Fatwa mereka dijadikan sandaran dalam berbagai
masalah penetapan hukum fikih. Kemampuan dalam hal ini bisa mengatasi munculnya
hasil musyawarah yang tidak sesuai syari’at.
2. Para
tenaga ahli dan spesialis dalam urusan-urusan publik. Mereka memiliki
kapabilitas keilmuan yang spesifik dibidangnya. Mereka yang memiliki skill
tertentu yang akan digunakan dalam strategi pemerintahan.
3. Orang-orang
yang memiliki ketokohan dan sosok kepemimpinan yang disegani di tengah masyarakat,
misalnya, tokoh masyarakat, pimpinan LSM dan organisasi. Karakter ini
diharapkan mewakili kepentingan rakyat.
Hasan Al-Banna juga menyampaikan bahwa orang-orang
tersebut bisa dipilih melalui sistem yang matang dengan penilaian yang sangat
ketat. Bagi yang memenuhi syarat berhak untuk dicalonkan sebagai anggota,
sementara yang tidak memenuhi syarat tidak berhak dicalonkan dan dipilih.
---coba kriteria ini diterapkan di AHWA JMMI,
ngeri rek!!---
Para
Ahlul Halli Wal ’Aqdi adalah orang-orang terpilih berdasarkan kepribadiannya
yang tidak tergoda kekuasaan, memiliki tsaqofah yang luas (biar gak kuper), dan
amanah dengan tanggung jawabnya, serta istiqomah. Bahaya klo futur di tengah
jalan.
Dari tiga kriteria
yang disebut Hasan Al Banna, kriteria ke-2 dan ke-3 mungkin banyak dizaman
sekarang. Yang berat dan sulit dicari adalah kriteria pertama, mereka yang
keilmuan Islam yang tinggi. Mereka adalah golongan alim ulama’. Yang jadi
pertanyaan adalah, Why??? Kenapa Ulama juga dimasukkan. Tenang.. begini.. Ulama’
lah yang berkompeten menasehatkan siapa qiyadah yang baik atau yang menunjukkan
ketaqwaan yang lebih baik kepada
Allah SWT dan siapa yang paling ittiba’
kepada Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan
dari Ibnu Abbas:
“Barangsiapa
memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu
ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah
berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.”
(HR. Hakim)
Pada masa-masa awal sejarah Islam,
cikal bakal Ahlul Halli Wal ’Aqdi telah diperkenalkan oleh para Khulafaur
Rosyidin. Yaitu saat pemilihan Umar sebagai pengganti Abu Bakar, dan pemilihan
Utsman sebagai pengganti Umar.
Munculnya nama Umar bin Khattab sebagai
pengganti Abu Bakar atas wasiat dari Abu Bakar ketika beliau sedang sakit.
Hal ini merupakan sesuatu yang baru
dalam sejarah islam, namun wasiat ini sifatnya rekomendasi atau saran yang diserahkan
pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam memberiakan rekomendasi ini terlebih
dahulu berkonsultasi pada sahabat-sahabat utama antara lain Abdurahman bin Auf,
Usman bin Affan dan Asid bin Hindir (seorang tokoh Anshar). Hasil konsultasi
tersebut menghasilkan Umar bin Khattab sebagai Khalifah kedua. Beliau memberitahukan
kepada kaum muslimin di Masjid Nabawi untuk minta persetujuan kepada kaum
muslimin yang hadir. Beliau berkata :
“Apakah kalian setuju dengan orang yang telah aku
angkat sebagai Khalifah kalian (Umar)? Dengarkan dan patuhilah kelak. Demi Allah,
ini adalah hasil ijtihad-ku.”
Serentak semua yang hadir menjawab:
“Kami
dengar dan kami patuhi dia kelak.”
Setelah mendapatkan persetujuan lalu
Abu Bakar memerintahkan Usman bin Affan untuk menuliskan teks pengangkatan Umar
bin Khattab.
Nah, berkutnya pemilihan Utsman. Umar
bin Khattab terluka parah gara-gara ditusuk sama orang kurang kerjaan dari
Persia yang namanya Abu Lu’lu’ah. Dia pura-pura jadi hamba sahaya yang kemudian
menyerang Umar ketika hendak mengimami shalat Subuh.
Sebelum menghembuskan nafas
terakhirnya, dia menunjuk 6 orang "Ahlul Halli wal Aqdi" atau ada
yang menyebutnya Dewan Formatur, mereka sahabat paling berkompeten di mata
Umar.. Anggotanya: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin 'Auf dan Sa’ad bin Abi Waqash. Singkat kat,
terpilihlah 2 nama: Ali dan Utsman. Umar berpesan kalau 2 orang sudah terpilih
(shortlisted) keputusan pemilihan diserahakan kepada Ibn 'Auf.
Untuk menentukan satu diantara dua
pilihan ini, Abdurrahman menggunakan metode kompromi, yaitu dengan menanyakan
kesedian mereka berdua untuk mengikuti Al-Qur’an, Sunnah Rasul dan
kebijakan dua khalifah sebelumnya. Pertama-tama Ali yang mendapat
kesempatan pertanyaan. Sebagai seorang yang tegas dan pinter (tokoh intlektual)
Ali meng-ia-kan Al-Qur’an dan Sunnah, tapi tidak yang terakhir. Katanya,
sebagai khalifah yang memiliki otoritas, jika nantinya disetujui, ia berharap
dapat berbuat sejauh kemampuan atau atau pengetahuannya dan sepanjang sesuai
dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian ditanyalah Usman mengenai kesanggupannya
mengikuti tigal hal itu. Sebagai seorang yang hilm (lemah lembut) ia langsung
mengiyakan semuanya. Dengan itu, Abdurahman menetapkan Usman sebagai Khalifah
ketiga, menggantikan Umar, dan disetujui oleh semua tim Formatur.
********************************************************************************
Sahabat-sahabatku yang Super, praktik
Ahlul Halli wal Aqdi sudah menjamur dikalangan organisasi islam belakangan ini.
Untuk tataran Lembaga Dakwah Kampus, sebatas yang saya tahu, yang menerapkan
istilah AHWA ada JMMI ITS dan LDK STAIL Hidayatullah. Sedangkan untuk tataran
organisasi massa, yang menerapkan istilah AHWA ada Majelis Mujahidin, NU, dan
PKS.
Mekanisme Ahlul Halli wal Aqdi
di NU sempat terjadi dulu saat sebelum Gusdur (80’an). Ketua Ahlul Halli wal Aqdi NU waktu
itu Kyai As’ad Syamsul Arifin. Ini dia :
Untuk Partai Keadilan Sejahtera yang
bermanhaj Tarbiyah, fungsi Ahlul Halli wal Aqdi mereka sesuai mandat dari
sesepuhnya (Hasan Al Banna) yaitu fungsi Majelis Syuro’, sebagai lembaga
tertinggi dalam partai. Ketua Ahlul
Halli wal Aqdi PKS adalah Ust. Hilmi Aminudin. Ini dia :
Nah,
AHWA Majelis Mujahidin dipimpin
oleh Ust. Drs. Muhammad Thalib.
(beliau yang
tengah)
Kawan,
ada buku yang keren, judulnya Menuju Jama’atul Muslimin by Ust.
Hussain
bin Muhammad bin Ali Jabir, MA. Beliau menuturkan dalam buku itu,
kita butuh Ahlul Halli wal Aqdi umat islam. Ahlul Halli wal Aqdi nantinya
menjadi sekelompok umat pilihan yang bertugas untuk memilih Khalifah Islam
kelak.
Beliau
melanjutkan, Ahlul Halli wal ‘Aqdi dari kaum muslimin adalah orang-orang yang
berwenang memilih imam kaum muslimin dan khalifah mereka dan pendapat
orang-orang awam tidaklah dianggap terhadap kesahan baiat. Baiat yang dilakukan
oleh selain Ahlul Halli wal ‘Aqdi dari kalangan awam tidaklah dianggap.
Dari
Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang melepaskan
tangannya (baiat) dari suatu ketaatan maka ia akan bertemu Allah pada hari
kiamat tanpa adanya hujjah baginya. Dan barangsiapa mati sementara tanpa
ada baiat di lehernya maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)
Semoga
mimpi besar ini segala tercapai. Aminnn..…
Persembahan
terakhir, ada buku keren juga, judulnya Ahlul Halli wal Aqdi Sifatuhum wa
Wadloifuhum
by DR. Abdullah bin Ibrahim At
Thoriqi. Penuturan beliau, Ahlul Halli wal Aqdi diwarnai dengan suasana ukhuwwah,
kekeluargaan dan kerjasama didalam kebaikan dan ketaqwaan. Bagi teman-teman
yang baca blog ini yang mungkin sedang mengemban amanah AHWA atau sejenisnya,,
jaga ukhuwah ya..
Sekian
dulu.. Jazakumullah khairan katsiran!